Dalam konstruksi perkara Duren Tiga, jaksa membangun dalilnya terkait apa yang dimaksud dengan rencana dengan sangat elaboratif. Mulai dari kejadian di Magelang hingga sampai saat tiba naasnya korban Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Terkait dengan rencana, dakwaan cukup fokus dan sangat cermat dalam menguraikan tentang bagaimana terdakwa berdiskusi dengan bawahannya serta langkah-langkah apa yang diambil oleh terdakwa, dan cukup detail menggambarkan pelaksanaan.
Sampai dengan titik ini, tidaklah salah kiranya apabila kita bisa menilai bahwa dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap tentang delik yang didakwakan.
Namun, konsekuensi dari dakwaan yang telah disusun dengan susah payah oleh Jaksa secara cermat, jelas, dan lengkap ini adalah jaksa harus mampu membuktikan apa yang sudah diuraikannya.
Persoalannya, untuk menilai apakah waktu tersebut lama atau singkat, sungguh sangat sukar. Perdebatan tentang apakah yang menjadi ukuran adalah hitungan menit, jam, atau bahkan hari menjadi sebuah perdebatan yang akan melelahkan.
Begitu pula untuk membuktikan apakah terdakwa betul-betul tenang juga tidak mudah. Bagaimana batin berkecamuk tidak dapat diukur seperti kita mengukur tingginya pohon pinang. Raut muka yang tanpa ekspresi belum tentu berarti tenang, begitupun sebaliknya.
Namun, ada titik krusial yang paling menentukan dalam perkara ini yang bisa menghindarkan perdebatan melelahkan tentang hal-hal yang sangat subjektif.
Titik krusial itu berada pada hal sederhana terkait dengan sarung tangan Sambo. Hal ini terang terlihat dari uraian jaksa yang mendalilkan bahwa terdakwa sudah menggunakan sarung tangan berwarna hitam sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan perampasan nyawa korban. Detail ini sangat krusial.
Pertama, penggunaan sarung tangan bisa dianggap sebagai sebuah tindakan persiapan yang menandakan adanya rencana.
Kedua, diksi sarung tangan warna hitam menunjukkan ada preferensi warna yang artinya pemilihan sarung tangan tersebut pastilah memiliki tujuan tertentu yang menunjang kegiatan terdakwa.
Ketiga, keberadaan sarung tangan itu mengaitkan betul soal adanya waktu yang cukup untuk mempersiapkan sebuah detail pembunuhan.
Maka, alih-alih berlelah dalam membuktikan kesumiran sikap batin, adalah akan sangat membantu hakim apabila jaksa dapat membuktikan bahwa sarung tangan hitam itu nyata adanya.
Artinya, mulai dari barang bukti, kesesuaian keterangan saksi, bahkan kalau perlu rekaman CCTV, harus dapat menunjukkan bahwa terdakwa memang betul-betul menggunakan sarung tangan hitam itu.
Tentu, tidak ada yang menyangka bahwa mungkin atau tidaknya hukuman mati dijatuhkan kepada Sambo karena pembunuhan berencana pada akhirnya ditentukan oleh ada atau tidaknya sarung tangan hitam dalam dakwaan jaksa.
Yang jelas, dalam upaya kita mencari keadilan, kita tidak boleh melupakan bahwa ada koridor yang harus kita lalui.