Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Dalam KUHAP, Korban Belum Jadi Pihak yang Diprioritaskan

Kompas.com - 22/12/2022, 12:51 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai menilai bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang ada saat ini belum mengakomodasi kepentingan korban tindak pidana secara optimal.

"Dalam KUHAP, korban belum menjadi pihak yang diprioritaskan. Sebab, orientasi peradilan pidana lebih mencari alat bukti guna membuktikan kesalahan tersangka atau terdakwa," kata Semendawai dalam diskusi daring bertajuk "Audit KUHAP: Pemulihan Korban Pihak Ketiga dalam Sistem Peradilan Pidana", Kamis (22/12/2022).

Semendawai menjelaskan, pemulihan korban berdasarkan KUHAP masih sangat terbatas berdasarkan pada putusan atau vonis hakim.

Baca juga: KUHAP Dinilai Belum Akomodasi Hak Tersangka dan Terdakwa Dapat Penerjemah Hukum

Selain itu, pemulihan korban juga dinilai masih sangat jarang diterapkan.

"Sementara korban menghendaki agar segera memperoleh penanganan atas kerugian yang dialaminya dari tindak pidana tersebut," imbuh dia.

Oleh karena itu, Komnas HAM mendorong perlindungan dan pemulihan hak korban tindak pidana perlu mendapatkan porsi khusus.

Utamanya, lanjut Semendawai, dalam pembaruan hukum acara pidana Indonesia ke depan.

Baca juga: Penelitian ICJR: Penanganan Perkara dalam KUHAP Tak Terintegrasi Buat Banyak Kasus Mangkrak

Lebih lanjut, Semendawai mendorong KUHAP yang baru perlu mengakomodasi keberadaan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) juga pemulihan tanpa digantungkan pada proses tindak pidana.

"KUHAP yang baru perlu mengakomodir keberadaan dana bantuan korban serta fitur-fitur lain yang memperkuat posisi korban dalam sistem peradilan pidana," tutur Semendawai.

Sebelumnya, Tim Peneliti Audit KUHAP Anugerah Rizki Akbari menyoroti soal hak tersangka dan terdakwa mendapatkan fasilitas penerjemah atau juru bahasa dalam proses peradilan.

Anugerah menilai KUHAP saat ini masih belum sempurna dalam mengatur hal tersebut.

Baca juga: Dukung Revisi KUHAP, Wamenkumham: Cegah Penegak Hukum Bertindak Sewenang-wenang

“Pada bagian lainnya ada hak tersangka dan terdakwa untuk mndapatkan juru bahasa dan penerjemah. Pada bagian ini pengaturan dalam KUHAP belum sempurna,” ucapnya dalam Webinar Series Peluncuran Penelitian “Audit KUHAP” secara virtual, Rabu (21/12/2022).

Ada beberapa hal yang disorot Anugerah. Pertama terkait kualitas dari penerjemah yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa.

Kedua, KUHAP masih belum mengatur soal kewajiban menerjemahkan berbagai dokumen hukum.

“Penerjemah hanya dilihat sebagai proses mencari informasi dari tersangka dan oleh karenanya yang bersangkutan diberikan kesmepatan hak untuk mendapatkan penerjemah. Tapi proses penerjemahan dokumen peradilan masih belum diatur,” ujar Anugerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com