JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan, indeks persepsi korupsi (CPI) yang rendah di Indonesia tidak disebabkan oleh operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Danang menyampaikan hal itu menanggapi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang menganjurkan supaya KPK tidak terlampau sering melakukan OTT karena berdampak terhadap citra negara.
"Persepsi korupsi yang rendah di Indonesia bukan karena OTT," kata Danang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/12/2022).
Baca juga: Mahfud MD Bela Luhut soal OTT Itu Tidak Bagus: Apanya yang Salah?
"Yang membuat indeks persepsi korupsi Indonesia rendah terutama praktik korupsi politik dan korupsi peradilan. Jadi agenda utamanya adalah membenahi pendanaan politik dan meningkatkan efektivitas pengawasan peradilan," lanjut Danang.
Danang mengatakan, dari hasil penelitian TII terungkap praktik korupsi dalam pelayanan masyarakat juga turut membuat indeks persepsi korupsi yang buruk.
"Maka yang harus dibenahi adalah pelayanan publik, bukan OTT," ucap Danang.
Menurut Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang dibuat Transparency International, Republik Indonesia mencapai skor tertinggi yakni 40 pada 2019.
Akan tetapi, pada akhir tahun itu juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi UU KPK. Lantas pada 2020, skor indeks persepsi korupsi Indonesia turun menjadi 37.
Kemudian pada 2021, skor indeks persepsi korupsi RI naik satu tingkat menjadi 38.
Secara terpisah, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, menepis pernyataan Luhut yang menilai OTT KPK membuat citra negara jelek.
Baca juga: Tanggapi Luhut soal OTT, KPK Sebut Pemberantasan Korupsi Tak Hanya Penindakan
Menurut Agus, upaya pemberantasan korupsi harus berjalan secara terpadu dan tidak bisa dipisahkan antara pencegahan dan penindakan hukum seperti OTT.
"Dalam pemberantasan korupsi harus menyeluruh, paralel antara pencegahan dan penindakan," kata Agus saat dihubungi Kompas.com.
Agus menyampaikan sepakat dengan upaya upaya digitalisasi sistem sebagai salah satu cara menutup peluang korupsi. Akan tetapi, dia meyakini penindakan hukum melalui OTT tidak bisa dihindari jika masih terjadi pelanggaran.
"Jika sistem sudah digital atau elektronik apa kemudian korupsi hilang? Namanya celah pasti ada kan, harus diperbaiki tentu wajib," ucap Agus.
Baca juga: ICW: OTT Tak Boleh Dicampuri Pihak Mana Pun, apalagi Luhut
"Tapi setelah diperbaiki masih ada perbuatan melawan hukum ya harus ditindak dong. Bisa lewat OTT atau lewat strategi lain," ujar Agus.
Sebelumnya, Luhut menyampaikan pernyataan yang dianggap kontroversial itu dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah kementerian/lembaga lainnya, yang digelar di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).
Pada kesempatan itu Luhut menilai langkah digitalisasi sistem operasi pelabuhan adalah cara terbaik dalam memerangi praktik korupsi di sektor maritim.
Menurut Luhut, langkah digitalisasi itu merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi supaya membuat Indonesia lebih baik. Selain itu, dia menilai OTT juga berdampak terhadap citra negara.
Baca juga: Novel Baswedan Bantah Luhut: Pelemahan Pemberantasan Korupsi Buat Citra Indonesia Kurang Positif
"Karena ini mengubah negeri ini, kita enggak usaha bicara tinggi-tinggilah, kita OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget," kata Luhut.
Luhut meminta KPK agar tidak kerap melakukan OTT. Menurut dia, ketika sistem digitalisasi sudah berhasil maka tidak akan ada koruptor yang berani melakukan korupsi.
"Ya kalau hidup-hidup sedikit bisa lah. Kita mau bersih-bersih amat di surga sajalah kau," ujar Luhut.
"Jadi KPK pun jangan pula sedikit sedikit tangkap tangkap, itu. Ya lihat-lihatlah, tetapi kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya, (koruptor) enggak akan bisa main-main," ucap Luhut.
Ditemui setelah mengikuti acara tersebut, Luhut menyampaikan bahwa yang dimaksud buruk adalah ketika pemerintah membuat peluang terjadinya OTT.
Baca juga: Respons Luhut, Wapres Tegaskan OTT Masih Diperlukan
Menurut dia, dengan adanya digitalisasi, tidak mungkin lagi ada pejabat yang melakukan korupsi sehingga tidak ada OTT.
“Bukan jelek, ya jelek buat kita dong karena kita bikin peluang ada OTT, kalau semua sudah digitalize kan enggak mungkin lagi ada OTT, bagus kan,” ujar Luhut.
(Penulis : Syakirun Ni'am | Editor : Icha Rastika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.