Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OTT KPK Dinilai Efektif karena Beri Efek Jera untuk Para Koruptor

Kompas.com - 21/12/2022, 15:12 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menilai operasi tangkap tangan (OTT) masih efektif untuk memberi efek jera kepada para koruptor.

Yudi tidak sependapat dentan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut OTT tidak bagus untuk negara.

"Karena ketika suatu koruptor tertangkap, itu sebenarnya merupakan kampanye yang paling efektif dalam usaha memberantas korupsi. Kenapa, karena akan membuat efek jera bagi para koruptor lainnya, karena kita tahu koruptor ini dia tidak akan pernah berhenti korupsi kalau dia tidak ditangkap," kata Yudi dikutip dari kanal YouTube Yudi Purnomo Harahap, Rabu (21/12/2022).

Baca juga: Mahfud MD Bela Luhut soal OTT Itu Tidak Bagus: Apanya yang Salah?

Menurut Anggota Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Mabes Polri itu, OTT secara cepat, efisien, dan efektif menetapkan tersangka atau menaikkan suatu perkara ke penyidikan setelah orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi ditangkap.

Oleh karena itu, Yudi menekankan bahwa OTT penting dilakukan. Terlebih, menurutnya, korupsi adalah kejahatan tersembunyi yang diketahui oleh sedikit orang serta melibatkan uang yang begitu banyak dan waktu yang singkat.

"Ketika tertangkap tangan maka tidak ada lagi alasan untuk mengelak, sebab barang buktinya ada, para pelakunya ada. Sehingga, dalam waktu 1x24 jam sejak tertangkap tangan bisa ditetapkan tersangkanya," ujar Yudi.

Lebih lanjut, Yudi mengatakan, poin penting dari OTT adalah tidak pandang bulu dalam menindak kasus korupsi.

Baca juga: Tanggapi Luhut soal OTT, KPK Sebut Pemberantasan Korupsi Tak Hanya Penindakan

Sebab, selama ini telah banyak pejabat yang terkena OTT, baik itu bupati, gubernur, walikota, hingga ketua atau pimpinan lembaga dan kementerian negara.

Ia berpandangan, OTT bisa mengungkap kasus korupsi sampai ke akar-akarnya.

Yudi mencontohkan, meski OTT menangkap pejabat setingkat kepala daerah. Akan tetapi, setelah pengembangan dapat menyasar pada pimpinan lembaga atau pemerintah di pusat.

Tak hanya itu, Yudi mengatakan, OTT juga bisa mengungkap nilai uang serta kasus yang dikorupsi seseorang.

Misalnya, di awal hanya diketahui jumlah korupsi ratusan juta, tetapi saat pengembangan terungkap mencapai puluhan miliar.

"Itu lah mengapa operasi tangkap tangan ditakuti, karena kita tidak tahu siapa nanti pelakunya. Kemudian, yang kedua berapa jumlah uangnya dan berapa perkara korupsi yang akan terungkap," ujar Yudi.

Baca juga: Respons Luhut, Wapres Tegaskan OTT Masih Diperlukan

Diketahui, saat menjadi pembicara di acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi yang digelar Strategi Nasional Pencegahan Korupsi pada Selasa (20/12/2022), Luhut berpandangan OTT kurang baik sehingga ia meminta KPK untuk tidak kerap melakukan OTT.

Menurut Luhut, untuk mencegah korupsi, upaya digitalisasi perlu dilakukan di berbagai sektor.

“Jadi KPK pun jangan pula sedikit sedikit tangkap tangkap, itu. Ya lihat-lihatlah, tetapi kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya, (koruptor) enggak akan bisa main-main," kata Luhut, Selasa.

Baca juga: Luhut: Kita OTT-OTT Itu Enggak Bagus Sebenarnya, Buat Negeri Ini Jelek

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com