Mahkamah menyebut semestinya RS Sandi Karsa Makassar mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan usaha. Yayasan itu juga dinilai memiliki itikad baik melunasi utang pokok pada 12 April.
Selain itu, Mahkamah juga menilai Yayasan RS Sandi Karsa tidak hanya semata-mata mencari keuntungan, melainkan memberikan fasilitas layanan kesehatan untuk masyarakat.
Baca juga: Hakim Yustisial MA Edy Wibowo Jadi Tersangka Pengurusan Kasasi RS Sandi Karsa Makassar
Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut, Mahkamah kemudian menyatakan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar tersebut batal.
“Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 1/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN NIAGA MKS., tanggal 23 Mei 2022,” sebagaimana dikutip dari putusan itu.
Mereka diminta mengawasi dan mengawal kasasi itu dengan kesepakatan sejumlah uang. Suap diberikan melalui kedua PNS itu untuk kemudian diteruskan kepada Edy Wahyudi.
“Diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 Miliar kepada Edy Wahyudi,” kata Firli.
Nama Takdir Rahmat dan dua hakim anggotanya itu tidak hanya muncul dalam putusan kasasi perkara perdata Yayasan RS Sandi Karsa Makassar. Putusan itu diduga dikondisikan dengan sejumlah uang.
Nama tiga Hakim Agung ini juga muncul dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Mengutip Kompas.id, pihak KSP Intidana mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi perkara perdata. Kasasi itu diadili oleh Hakim Ketua Syamsul Ma’arif serta Hakim Anggota Sudrajad Dimyati dan Ibrahim.
Adapun Sudrajad Dimyati merupakan satu dari dua hakim agung yang menjadi tersangka karena diduga menerima suap dari pihak KSP Intidana.
Baca juga: Hakim MA Jadi Tersangka Lagi, KY Minta KPK Bongkar Suap di Peradilan hingga Terang
Lebih lanjut, Mahkamah Agung kemudian menunjuk majelis PK untuk mengadili perkara KSP Intidana. Majelis itu terdiri dari Takdir rahmadi sebagai Hakim Ketua, serta Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati.
Namun, saat proses PK masih berlangsung, KPK membongkar praktik dugaan suap jual beli perkara. Pengusutan dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap seorang hakim yustisial, PNS di MA, pengacara, dan pihak KSP Intidana.
Dari OTT itu, KPK kemudian menetapkan Sudrajad Dimyati sebagai tersangka.
Belakangan, kasus ini merembet ke hakim agung lainnya, Gazalba Saleh yang diduga menerima suap untuk mengkondisikan perkara pidana KSP Intidana.
Majelis itu dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni dengan anggota Gazalba Saleh dan Hakim Agung Prim Haryadi.