"Sebelumnya ada satu unit, terus pada tahun 2021 ada tambahan," jawab Ibnu.
"Jadi ada 2? Kepemilikannya siapa itu? Yayasankah? Perorangankah? " timpal jaksa.
"Lembaga, bukan perorangan, atas nama ACT," jelas Ibnu.
Sebelum menjawab pertanyaan jaksa, eks Presiden ACT itu menjelaskan adanya program tersebut. Ibnu mengatakan, program perihal armada angkut beras itu diawali dengan kampanye kemanusiaan sebelum tersedianya dana untuk merealisasikan kegiatan tersebut.
Setelah kampanye tersebut, kata dia, Presiden ACT sebelumnya, Ahyudin lantas memerintahkan Direktur program pangan untuk melakukan pengadaan truk tersebut.
Baca juga: Dicecar Jaksa soal Gaji Puluhan Juta, Eks Petinggi ACT: Saya Tak Niat Cari Harta
Setelah mendapatkan penjelasan dari Ibnu, jaksa lantas menekankan pertanyaan mengenai sumber pendanaan truk untuk program Yayasan ACT tersebut.
"Itu uangnya siapa, dana Boeing?" cecar jaksa.
"Saya yakin iya, karena saya belum cek ya, satu-satunya kas yang memungkinkan adalah itu," jawab Ibnu.
Dalam sidang ini, jaksa juga mencecar mantan eks Dewan Pembina Yayasan ACT Hariyana Hermain soal pembelian pabrik air minum senilai Rp 33 miliar. Penelisikan pembelian pabrik tersebut diawali ketika jaksa menanyakan PT AWC yang merupakan perusahan cangkang dari Yayasan ACT.
"Pembelian pabrik air minum, untuk apa PT AWC membeli pabrik air minum?" cecar jaksa.
"Untuk lembaga ACT," jawab Hariyana.
Menurut Hariyana, pembelian pabrik air minum dilaksanakan atas perintah eks pendiri ACT Ahyudin yang mempunyai program distribusi air.
"Oke, berapa beli air minum, pabriknya?" timpal jaksa.
"Waktu itu kalau enggak salah diprogram di angka Rp 33 miliar," jawab Hariyana.
"Uang belinya dari mana?" cecar jaksa.