JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menyayangkan pernyataan Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo yang meminta agar penyelenggaraan Pemilu 2024 dipikirkan ulang.
Menurut Titi, digulirkannya kembali isu penundaan pemilu ini sarat akan kepentingan politik.
"Jelas pihak-pihak yang masih menggulirkan penundaan pemilu punya agenda personal atau kelompok yang mereka perjuangkan," kata Titi kepada Kompas.com, Senin (12/12/2022).
Titi mengatakan, penundaan pemilu jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan, pemilu digelar setiap lima tahun sekali.
Baca juga: Suhu Politik Memanas, Bamsoet Sarankan Pelaksanaan Pemilu 2024 Dipikir Lagi
Konstitusi juga mengamanatkan bahwa presiden hanya bisa menjabat maksimal dua periode dengan lama masing-masing periode lima tahun.
Menurut Titi, wacana penundaan pemilu berpotensi meningkatkan tensi ketegangan politik, terutama di antara partai-partai dan para bakal calon yang sudah serius mempersiapkan kontestasi 2024.
Tak hanya itu, pejabat publik yang masih mewacanakan penundaan pemilu juga sangat mungkin memecah belah persatuan masyarakat.
"Publik bisa kehilangan kepercayaannya pada pejabat dan lembaga negara karena dipandang tidak sungguh-sungguh ingin menjalankan agenda pemilu yang persiapannya sudah berjalan cukup jauh dan melibatkan banyak pemangku kepentingan," ujar Titi.
Selain memicu kontroversi dan spekulasi di masyarakat, lanjut Titi, wacana penundaan pemilu juga bisa berdampak buruk pada kondusifitas di berbagai sektor, termasuk bidang ekonomi.
Baca juga: PKS Kritik Bamsoet: Jangan Buka Peluang Penundaan Pemilu, Ketua MPR Kurang Bijak
Para investor yang sudah mengantisipasi tahapan pemilu akan dibuat bingung karena situasi politik mungkin berubah-ubah akibat elite yang masih bicara penundaan pemilihan umum.
Padahal, dalam rangka pemulihan negara dari pandemi Covid-19, elite politik dan pemerintah seharusnya mampu mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan instabilitas dan keributan bernegara.
"Saat-saat seperti ini sangat dibutuhkan kepastian politik dan hukum, di mana semua agenda bernegara termasuk pemilu yang sudah terjadwal sebagai sirkulasi elite lima tahunan bisa terlaksana dengan baik," kata Titi.
Titi menambahkan, pejabat negara terutama pimpinan lembaga tinggi negara, termasuk Ketua MPR, mestinya tidak melemparkan isu-isu inkonstitusional serta hal-hal yang bisa memicu spekulasi dan perlawanan publik.
Sebaliknya, Ketua MPR seharusnya fokus menjaga agar Pemilu 2024 berjalan sesuai jadwal dan agenda ketatanegraaan yang sudah disepakati.
"Sudah semestinya para elite politik apalagi pejabat tinggi negara tidak mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dan bisa memicu spekulasi ataupun kegaduhan di tengah-tengah publik," kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.