JAKARTA, KOMPAS.com - Gazalba Saleh dan Sudrajat Dimyati adalah dua nama yang menggemparkan dunia peradilan di Indonesia baru-baru ini.
Kedua Hakim Agung ini terjerat kasus korupsi, ditangkap dan kini ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gazalba disebut dijanjikan uang senilai Rp 2,2 miliar oleh pihak berperkara yaitu Debitur Intidana, Heryanto Tanaka.
Baca juga: Peringatan Hakordia, ICW Berkabung atas Runtuhnya Komitmen Negara Berantas Korupsi
Gazalba akan menerima uang itu melalui seorang PNS Kepaniteraan Mahkamah Agung bernama Desi Yustria.
Kemudian Gazalba diciduk KPK melalui opersai tangkat tangan (OTT). Dia bersama gerombolannya, yaitu Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, dan Desi Yustria ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Pemberi suap Heryanto Tanaka dan dua pengacaranya, yakni Yosep Parera dan Eko Suparno juga harus menggunakan rompi oranye.
Gazalba tidak sendiri, dia mengajak Hakim Agung lainnya yaitu Sudrajat Dimyati untuk memperoleh uang suap itu dari perkara Koperasi Intidana.
Penangkapan dua Hakim Agung ini menambah rapor merah dunia peradilan di Indonesia.
"Hari ini Komisi Yudusial (KY) menyebutkan (pada 2021) ada 85 hakim di semua tingkatan terjaring pelanggaran hukum oleh KY, ditambah (lagi) dua Hakim Agung," kata Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun saat dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat, Jumat (9/12/2022).
Baca juga: Hakordia 2022: Aparat Penegak Hukum di Pusaran Kasus Korupsi
Akan tetapi, Gayus mengatakan, tertangkapnya dua Hakim Agung bukan berarti kita harus berhenti berharap dengan peradilan di Indonesia.
Kata dia, kita masih bisa berbenah, masih bisa mengembalikan wajah baik hukum. Lalu, bagaimana caranya?
Gayus mengatakan, solusi yang akan dia kemukakan bukanlah gagasan baru, melainkan gagasan lama sedari 2015 yang sulit diterapkan hingga saat ini.
Gagasan itu adalah evaluasi secara menyeluruh seluruh ketua pengadilan di Indonesia di semua tingkatan, mulai dari pengadilan negeri (PN) hingga Mahkamah Agung (MA).
"Bahwa negara sudah perlu melakukan evaluasi peradilan di semua tingkatan, dari PN, PT (pengadilan tinggi) sampai ke MA sendiri, dilakukan evaluasi terhadap pimpinannya yang masih bagus dipertahankan, yang buruk diganti," kata Gayus.
Dia bahkan menghitung jumlah ketua pengadilan di seluruh Indonesia yang harus dievaluasi, mulai dari tingkat pengadilan negeri yang biasanya berada di tiap kabupaten di Indonesia.