Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Khawatir Hukuman Koruptor di KUHP Baru Lebih Ringan, Firli: Kita Punya UU Sendiri

Kompas.com - 08/12/2022, 09:00 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan, pihaknya tidak mengkhawatirkan keberadaan sejumlah pasal terkait tindak korupsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

Adapun KUHP hasil revisi juga mengatur sejumlah tindakan korupsi. Namun, sanksi yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut lebih ringan dibanding hukuman dalam Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Contohnya, pejabat yang menerima suap diancam hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 6 tahun penjara dalam KUHP yang baru. 

Sementara itu, dalam UU Tipikor pelaku suap minimal dipidana 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara.

“Jadi kita tidak ada kekhawatiran, boleh saja, silakan ada pasal-pasal tertentu yang mengatur tentang bisa yang disebut korupsi di KUHP,” kata Firli dalam konferensi pers di KPK, Kamis (8/12/2022).

Baca juga: Hukuman Koruptor dalam KUHP Baru Lebih Ringan Dibanding UU Pemberantasan Tipikor

Firli menekankan, Pasal 620 KUHP yang baru menyatakan bahwa saat undang-undang (UU) ini diberlakukan maka ketentuan dalam bab tindak pidana khusus dilaksanakan oleh lembaga negara penegak hukum berdasarkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam UU masing-masing.

Sementara itu, kata Firli KPK memiliki mandat yang berdasar pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Selain itu, kewenangan KPK diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut menyatakan, “Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini”.

Karena itu, Firli memandang keberadaan pasal tersebut dalam KUHP tidak akan menghambat pemberantasan korupsi.

“Kita punya undang-undang tersendiri tentang tindak pidana korupsi dan itu kita punya kewenangan,” kata Firli.

“Tidak mengganggu terkait dengan penegakan hukum khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar dia.

Baca juga: KUHP Bahayakan Kebebasan Pers, Jurnalis Rentan Dikriminalisasi karena Buat Berita Berseri

Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan Rancangan KUHP menjadi undang-undang.

Dalam hukum pidana baru itu diatur sejumlah perbuatan korupsi. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 603 hingga 606.

Namun, sejumlah pasal tersebut mengatur sanksi bagi koruptor yang lebih ringan dibanding UU Pemberantasan Tipikor.

Pasal 605 misalnya, menyatakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap diancam hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 6 tahun penjara.

Ia juga hanya diancam denda minimal 50 juta dan maksimal Rp 500 juta.

Baca juga: Aktivis HAM Sebut Penjelasan KUHP soal Beda Penghinaan dan Kritik Tidak Jelas

Padahal, hukuman yang dijatuhkan kepada penerima suap dalam UU Pemberantasan Tipikor Tahun 2001 lebih berat.

Penerima suap dihukum minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Penerima juga diancam denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Nasional
KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

Nasional
Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Nasional
Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Nasional
12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Nasional
BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

Nasional
DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

Nasional
Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Nasional
Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com