Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis HAM Sebut Penjelasan KUHP soal Beda Penghinaan dan Kritik Tidak Jelas

Kompas.com - 07/12/2022, 19:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menganggap bagian Penjelasan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru tidak jelas, khususnya dalam menjelaskan perbedaan hinaan dan kritik terhadap kekuasaan.

"Itu justru membingungkan ya," ungkap Asfinawati kepada wartawan pada Rabu (7/12/2022) di bilangan Jakarta Pusat.

"Karena kita berdebat, yang konstruktif apa? Biasa mereka (pemerintah dan DPR) bilang, harus ada sarannya, dong. Lho, yang digaji siapa, kok kita disuruh kasih saran," lanjutnya.

Baca juga: Akademisi Universitas Andalas Sebut KUHP Baru Cacat Materiil, Tak Ada Pilihan Selain Gugat ke MK

Dalam penjelasan KUHP yang baru disahkan DPR RI kemarin, dijelaskan bahwa hinaan dalam Pasal 240 tentang penghinaan terhadap kekuasaan adalah "Perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah."

Namun di sisi lain, kritik diakui sebagai hak berekspresi dan berdemokrasi, "Misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara."

Pada saat yang sama kritik diharapkan agar "Sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan pemerintah atau lembaga negara."

Asfinawati mengambil contoh soal keluarga korban pelanggaran HAM berat oleh negara yang hingga sekarang tak kunjung mendapatkan keadilan.

Puluhan tahun mereka menanggung duka atas kekejaman negara yang merenggut buah hati mereka.

"Kalau dia marah karena negara atau negara tidak mengungkap kebenaran siapa pelaku sebenarnya yang bukan cuma aktor lapangan, kemudian dia mengeluarkan kata-kata kasar karena marah itu, masa dia dipenjara?" tutur Asfinawati.

Baca juga: KUHP yang Baru Dinilai Cacat Formil, Tak Penuhi Konsep Partisipasi

"Bukankah yang salah itu negara, sehingga ada orang yang sangat marah karena haknya terganggu dan dia menjadi bisa ditafsirkan kasar? Itu kan tetap kritik seharusnya," tambah aktivis HAM itu.

Sebagai informasi, KUHP baru telah disahkan DPR RI sebagai undang-undang lewat Rapat Paripurna yang berlangsung kemarin, meskipun sejumlah pasal-pasal bermasalah dinilai masih bertebaran di dalamnya.

Baca juga: Hukuman Koruptor dalam KUHP Baru Lebih Ringan Dibanding UU Pemberantasan Tipikor

Selain penghinaan kekuasaan, pasal-pasal bermasalah lain di antaranya soal living law, hukuman mati, larangan penyebaran "paham tak sesuai Pancasila", penghinaan peradilan, kohabitasi, larangan unjuk rasa, pelanggaran HAM berat masa lalu, dan ancaman pidana korupsi.

KUHP ini juga dianggap berperan pada sulitnya upaya menghukum korporasi kelak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com