Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Sebut KUHP Baru Tak Perbaiki Pengaturan Material Terkait Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 06/12/2022, 18:50 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkhawatirkan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru tidak akan memberi perbaikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Tioria Pretty Stephanie menilai KUHP yang baru masih belum mengatur hal-hal yang seharusnya diatur dalam 26 Tahun 2000 Judul Undang-undang (UU) tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

“Beberapa hal yang menjadi kekhawatiran kami adalah KUHP yang baru ini juga tidak memperbaiki atau tidak membuat lebih baik,” kata Tioria dalam Youtube Kontras, Selasa (6/12/2022).

“Maksud saya, tidak mengatur hal-hal yang tadinya tidak diatur dalam UU 26/2000 dan harusnya diatur, tapi si KUHP baru ini masih tidak mengatur hal itu,” imbuh dia.

Baca juga: Banyak yang Tolak Pengesahan RKUHP, Yasonna: Belum Ada UU yang 100 Persen Disetujui

Menurutnya, KUHP yang baru disahkan hanya memasukan perihal pelanggaran HAM berat tanpa melakukan perbaikan material.

“Tidak berusaha untuk memperbaharui atau memperbaiki pengaturan material berkaitan dengan pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

Ia pun mencontohkan, soal tidak adanya penjelasan dalam definisi sistematis dan meluas terkait konteks kejahatan kemanusiaan dalam UU 26/2000.

Hal ini, kata Tioria, hanya hanya akan membuat aparat penegak hukum (APH) membuat interpretasi.

Dengan demikian, aparat penegak hukum dapat mengambil interpretasi dan definisi berdasarkan buku Pedoman MA atau hukum internasional, atau berdasarkan interpretasi secara naluriah dan batin.

“Nah sekarang KUHP yang baru juga tidak mendefinisikan tidak memberi penjelasan, masih sama, tidak memberikan penjelasan dari apa yang dimaksud dengan sistematis, apa yang dimaksud dengan meluas,” ujar Tioria.

Baca juga: Pengamat Sebut Upaya Pengesahan RKUHP Dipaksakan

Padahal, menurutnya, definisi dan penjelasan dari definisi sistematis dan meluas dalam UU 26/2000 diperlukan untuk diatur dalam KUHP.

“Penjelasan seperti ini harusnya nantinya bisa membantu APH membuktikan apa namanya kejahatan kemanusiaan, unsur-unsur dari kejahatan kemanusiaan, atau unsur-unsur dalam genosida terkiat pembunuhan dan sebagainya,” jelasnya.

Diketahui, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (6/12/2022). Dengan begitu, RKUHP baru resmi diundangkan.

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Albert Aries mengatakan tak mudah untuk mengesahkan RKUHP tersebut karena mesti mengakomodir kepentingan banyak pihak.

“Menyusun RKUHP di negeri yang multi-etnis, multi-religi, dan multi-kultural memang bukan pekerjaan mudah,” ujar Albert dihubungi Kompas.com, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: Pengamat Sebut Upaya Pengesahan RKUHP Dipaksakan

“Sehingga keputusan akhir yang diambil oleh tim perumus RKUHP merupakan jalan tengah untuk merajut kebhinekaan Indonesia,” tuturnya.

Ia menjelaskan KUHP lama yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda mesti diperbarui sesuai perkembangan zaman yang berlaku di Tanah Air.

Maka sistem pemidanaan modern yang mengusung keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif mesti segera dibuat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com