Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Upaya Pengesahan RKUHP Dipaksakan

Kompas.com - 06/12/2022, 17:17 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menyebut pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi menjadi undang-undang (UU) dilakukan secara paksa.

Menurut Feri, banyaknya penolakan terhadap RKUHP tersebut wajar karena undang-undang ini dinilai melindungi kepentingan penyelenggara pemerintah dan orang yang berada di sekitarnya.

“Sedari awal memang pemerintah sudah betul betul berupaya memaksakan UU ini disahkan, sifat penundaan kemarin menurut saya hanya basa basi untuk meredam amarah publik,” kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: Anggota PKS Walkout karena Kecewa Tak Dikasih Waktu 3 Menit Saat Pengesahan RKUHP

Feri menuturkan, sebelum RKUHP itu akhirnya disahkan terdapat banyak pasal yang mesti diperbaiki. Pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Salah satunya adalah pasal yang dinilai mengancam kebebasan berekspresi atau kemerdekaan menyampaikan pendapat.

Hal ini dinilai bermasalah lantaran bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan.

“(UUD 1945) yang mestinya jadi alat ukur bagi setiap undang-undang itu,” ujar Feri.

Sebagai informasi, dalam draf terakhir RKUHP disebutkan bahwa penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara terancam hukuman pidana 1,5 tahun.

Adapun pemerintah berarti presiden, wakil presiden, dan para menterinya. Sementara, lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Feri mengingatkan, semestinya UU terkait pidana tidak digunakan untuk melindungi penyelenggara negara. UU tersebut seharusnya digunakan untuk melindungi hak-hak konstitusional publik.

“Harusnya yang dibatasi itu adalah tindakan kebijakan dari penyelenggara negara untuk kemudian bisa melindungi warga negara dari sifat menyimpangnya kekuasaan penyelenggara negara,” ujarnya.

Baca juga: RKUHP Disahkan Besok, Menkumham: Daripada Pakai KUHP Belanda yang Sudah Ortodoks

Menurut dia, dari konsep tersebut secara substansial pemerintah sudah salah dalam memposisikan KUHP. Sebab, UU tersebut dinilai mengabaikan standar atau nilai dasar UUD 1945.

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Andalas itu mengatakan, polemik RKUHP sebetulnya bisa diselesaikan jika pemerintah mau menghapus beberapa pasal yang dinilai bermasalah.

Pemerintah juga tidak perlu khawatir ketika dikritik masyarakat. Sebab, mereka harus menyadari bahwa kekuasaan yang ada memiliki potensi untuk disimpangkan.

“Tanpa pasal-pasal itu KUHP tetap bisa berjalan dan pasal-pasal itu bukanlah pasal pidana yang secara universal perlu diatur,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com