JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara tim sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Albert Aries mengatakan pelaku tindak pidana penghinaan tak melulu dihukum dengan pidana penjara.
Ia menyatakan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tak ingin pasal penghinaan pada pemerintah dan lembaga negara dianggap sebagai tindakan represif negara pada warganya.
“Salah satu keunggulan RKUHP adanya pengaturan alternatif sanksi pidana selain dari pidana penjara, misalnya pidana denda,” ujar Albert kepada Kompas.com, Sabtu (3/12/2022).
Baca juga: Draft Akhir RKUHP: Hina Pemerintah hingga DPR Bisa Dipidana 1,5 Tahun
Dalam draft terbaru RKUHP tertanggal 30 November 2022, penghinaan pada pemerintah dan lembaga negara diatur dalam Pasal 270.
Dalam draft dijelaskan yang dimaksud pemerintah adalah presiden yang dibantu wakil presiden dan para menteri.
Sedangkan lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Albert menjelaskan meski ada ancaman pidana penjara 1 tahun 6 bulan, tapi pemerintah juga memberikan alternatif denda kategori II atau maksimal Rp 10 juta.
Baca juga: Draft RKUHP Terbaru: Hina Presiden, Wapres, dan Menteri di Muka Umum Bisa Dipidana 1,5 Tahun
“Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara serta merta dipidana 1,5 tahun,” paparnya.
Ia pun menyampaikan Kemenkumham berupaya untuk menutup ruang tindakan represif yang dilakukan pemerintah atau lembaga negara pada masyarakat.
Sebab Pasal 240 draft RKUHP merujuk pada Pasal 270 KUHP yang saat ini berlaku.
Aturan itu, lanjut dia, bersifat konstitusional dan tak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Pemerintah Hapus Pasal Penghinaan Kekuasaan Umum di RKUHP
Namun, dalam draft RKUHP terbaru, pasal penghinaan dijadikan delik aduan dengan ketentuan hanya pimpinan pemerintah atau lembaga negara yang bisa mengajukan tuntutan.
“Hal ini penting untuk memastikan bahwa tidak semua pejabat dan staf dari lembaga negara dimaksud berhak untuk membuat pengaduan,” ungkapnya.
Terakhir ia menegaskan draft RKUHP terbaru juga memberikan penjelasan tentang perbedaan penghinaan dan kritik.
Pemerintah pun memastikan bahwa kritik tidak dipidana karena merupakan bagian hak berekspresi dan berdemokrasi masyarakat.