JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah meyakini tidak bakal terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan pasal pidana penyerangan harkat dan martabat presiden serta penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena sudah memberi penjelasan secara ketat dan rinci.
Hal itu disampaikan oleh oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, dalam jumpa pers usai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Pasal larangan penghinaan terhadap pemerintah dan penyerangan diatur dalam Pasal 218-220 dan Pasal 240 RKUHP.
Baca juga: RKUHP Atur Hukuman Mati sebagai Alternatif dengan Percobaan
"Dalam penjelasan pasal yang berkaitan dengan penyerangan harkat dan martabat presiden, maupun penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara kami memberikan penjelasan seketat mungkin yang membedakan antara penghinaan dan kritik dan penjelasan di dalam kedua pasal tersebut," kata Eddy, sapaan Edward.
Menurut Eddy, penjelasan tentang perbedaan penghinaan dan kritik terkait pasal-pasal itu merujuk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dia menjamin dengan penjelasan itu tidak akan timbul penafsiran berbeda-beda terhadap pasal itu.
"Di situ ditegaskan bahwa dalam satu negara demokrasi kritik itu diperlukan sebagai suatu kontrol sosial, dan kemudian pasal yang dikhawatirkan itu tidak akan mengalami multiinterpretasi karena sudah kami jelaskan sedetail mungkin," ucap Eddy.
Baca juga: RKUHP Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE, Wamenkumham: Agar Tak Terjadi Disparitas
Pasal itu menuai perdebatan antara pemerintah dan para aktivis yang tergabung dalam kelompok Koalisi Masyarakat Sipil menolak RKUHP. Sebab menurut para aktivis pasal itu berpotensi menjadi "pasal karet" dan dianggap membungkam kritik masyarakat terhadap pemerintah.
Rapat terbatas itu juga dihadiri oleh Ad Interim Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) sekaligus Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tito mewakili Menkopolhukam Mahfud MD yang sedang berada di luar negeri.
Selain itu, Staf Ahli Wamenkumham Prof. Marcus Priyo Gunarto juga turut hadir dalam rapat terbatas itu.
Baca juga: Wamenkumham Sebut RKUHP Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE
Menurut Eddy, draf terbaru RKUHP sudah dibahas dengan DPR pada 24 November 2022 lalu. Dalam pembahasan itu DPR sepakat untuk membawa draf itu ke dalam rapat paripurna tingkat II.
Dalam kesempatan yang sama Prof. Marcus mengatakan, saat ini draf RKUHP versi terakhir terdiri dari 43 bab dan berisi 624 pasal. Sebelumnya draf RKUHP berisi 628 pasal.
Posisi pemerintah saat ini, kata Marcus, menunggu kelanjutan proses di DPR.
"Jadi saya kira kita menunggu perkembangan selanjutnya, pada tahapan berikutnya," ucap Marcus.
Baca juga: Pasal Kohabitasi di RKUHP Dipertahankan, Wamenkumham Sebut Ada Win-win Solution
Hal yang sama juga disampaikan oleh Tito. Menurut dia sejumlah persoalan dalam draf RKUHP hasil revisi terakhir sudah disepakati oleh DPR karena mewakili kepentingan seluruh pihak.
"Ada materi-materi yang didebatkan baik di kalangan masyarakat maupun antarpartai juga, tapi sejumlah masalah sudah disepakati dan juga sudah dikoordinasikan untuk mencari titik temu keseimbangan antara kepentingan individual, kepentingan masyarakat, dan juga kepentingan negara," ucap Tito.
"Dan nanti perkembangannya akan kita menunggu paripurna tingkat 2, menunggu kabar dari DPR RI," lanjut Tito.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.