Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Nasdem Murka soal Isu PKS Ditawari Kursi Menteri | Susi ART Sambo Bakal Dilaporkan ke Polisi

Kompas.com - 03/11/2022, 05:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Nasdem bereaksi keras setelah mendengar laporan tentang isu tawaran 2 posisi menteri bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), supaya menarik dukungan bagi Anies Baswedan maju sebagai calon presiden (capres).

Berita tentang reaksi Partai Nasdem itu memuncaki berita terpopuler.

Kemudian dari dunia hukum, pengacara keluarga Brigadir J bakal melaporkan asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Susi, terkait kesaksiannya dalam sidang Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Baca juga: Beri Pesan ke Relawannya, Anies: Bekerja Bersama Partai Nasdem

1. Nasdem Ngamuk Dengar Isu PKS Ditawari Jatah 2 Menteri, Curiga Anies Mau Dijegal

Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya emosi saat ditanya mengenai isu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ditawari jatah dua menteri agar menarik dukungannya untuk mendukung Anies Baswedan maju sebagai calon presiden (capres).

Willy curiga ada pihak yang mencoba menjegal Anies agar tidak maju ke Pilpres 2024.

Awalnya, Willy mengatakan politik Indonesia saat ini dianggap kotor.

"Kenapa politik kita hari ini dianggap bejat, dianggap kotor, dianggap suram? Narasi-narasi ini mendegradasi, mendegradasi dua ranah. Teman-teman catat ini, mendegradasi PKS, mendegradasi kekuasaan hari ini. You can imagine, kalau narasi ini dikembangkan," ujar Willy di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2022).

Baca juga: Pekan Ini, Nasdem Ajak Anies ke Medan untuk Perbesar Ceruk Suaranya

Nada suara Willy terdengar terus meninggi saat memberi penjelasan berikutnya.

Willy menyinggung bahwa PKS sejak awal sudah mendeklarasikan diri sebagai oposisi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ibarat mau berbuka, ini sudah azan Ashar, sebentar lagi sudah azan Maghrib. Terus mereka ditawarin seperti itu? Dan mereka sudah statement, ini narasi yang benar-benar picik," tuturnya.

"Begitu juga dengan kekuasaan, bagaimana wajah kekuasaan ini ketika menerima itu? Benar-benar pragmatisme, benar-benar transaksional, dan benar-benar apa yang selama ini berkembang untuk menjegal Anies terjadi," sambung Willy.

Baca juga: Ridwan Kamil Condong Pilih Golkar, Nasdem: Kami Biasa Saja

Willy mengatakan, koalisi Nasdem-Demokrat-PKS sepakat menilai bahwa orang-orang yang berpolitik dengan narasi picik seperti itu adalah orang-orang yang memiliki pedoman politik hitam, kotor, dan kumuh.

Menurutnya, seharusnya politik di Indonesia dipenuhi dengan harapan dan kerja sama.

"Jadi saya melihat ini orang-orang yang tidak memiliki obligasi terhadap bagaimana majunya republik, sehatnya perpolitikan kita, matangnya demokrasi kita," paparnya.

Willy menegaskan dirinya mengutuk keras orang-orang yang berpolitik dengan cara picik seperti itu.

Akan tetapi, Willy mengklaim dirinya tidak yakin ada elite politik yang seperti itu.

Baca juga: Elektabilitas Anies Meningkat, Nasdem: Merepresentasikan Keinginan Orang Non-parpol

"Kami tidak yakin itu. Kalau ada orang yang melakukan itu, ya berarti mereka buta mata, buta telinga, dan buta hatinya," ucap Willy.

Untuk diketahui, beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial PKS ditawari dua posisi menteri agar menarik dukungan mereka terhadap Anies.

Penarikan dukungan itu sekaligus untuk menggagalkan Koalisi Perubahan yang sedang digagas Nasdem-Demokrat-PKS, di mana mereka setuju mengusung Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (Capres) 2024.

Bahkan, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu, melalui cuitannya di Twitter, mengatakan ada kabar pengusaha batu bara memberi dana besar kepada PKS.

Tujuannya, supaya tidak mendukung Anies Baswedan lagi.

Baca juga: Muncul Spanduk Anies-Aher di Solo, PKS: Bukan Perintah Partai

Juru Bicara PKS M Kholid justru membantah isu yang beredar tersebut. Kholid mengatakan, kabar PKS ditawari posisi dua menteri adalah tidak benar alias hoaks.

"Ini hoaks dan fitnah," ujar Kholid saat dimintai konfirmasi, Jumat (28/10/2022).

2. Susi ART Ferdy Sambo Bakal Dilaporkan ke Polisi oleh Pengacara Keluarga Brigadir J

Kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, bakal melaporkan asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang bernama Susi ke pihak kepolisian.

Kamaruddin menilai, Susi telah memberikan keterangan palsu saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E pada Senin (31/10/2022).

“Bakal kami laporkan Pasal 242 KUHP,” ujar Kamaruddin saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022).

Baca juga: Soal Susi ART Ferdy Sambo Cabut Keterangan, Febri Diansyah: Itu Bukan di Persidangan Putri

Adapun memberikan keterangan palsu di bawah sumpah diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Ayat 1 dan 2.

Ayat 1 menyebutkan bahwa "Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun."

Sementara itu, Ayat 2 berbunyi "Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."

"Jadi, ancamannya sembilan tahun karena ditambah perkara pidana," kata Kamaruddin.

Baca juga: Kontroversi Susi: Diam soal Anak Terakhir Sambo hingga Dicurigai Pakai Handsfree

ART Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu mencabut keterangan saat menjadi saksi untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E pada Senin lalu.

Tindakan itu dilakukan saat majelis hakim akan menskors sidang setelah melakukan pemeriksaan tiga ajudan Sambo, yakni Adzan Romer, Daden Miftahul Haq, dan Prayogi Iktara Wikaton, pada Senin (31 Oktober 2022).

Saat itu, hakim menanyakan soal anak keempat Sambo yang disampaikan Susi ternyata berbeda dengan yang disampaikan Daden.

Awalnya Susi mengatakan, anak terakhir Sambo dilahirkan oleh Putri Candrawathi, tetapi Daden menyatakan bahwa anak itu merupakan hasil adopsi.

“Saudara sudah dengar ya keterangan Daden soal anak?” kata hakim Wahyu Iman Santosa dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin malam.

Baca juga: Trending Twitter, Ini Daftar Pernyataan Susi ART Sambo di Persidangan

Dengar pernyataan tersebut, Susi pun meminta maaf. Susi menyatakan mencabut apa yang telah ia sampaikan. “Mohon maaf, Pak. Soal anak, saya cabut,” ucap Susi.

Lantas, hakim Wahyu menanyakan keterangan apa lagi yang mau dicabut oleh Susi.

“Mana lagi yang Saudara cabut? Duren Tiga bukan tempat isoman, tetapi Jalan Bangka?

Bagaimana?” kata hakim. “Saya dulu pertama masuk di Duren Tiga,” jawab Susi.

“Saudara tetap apa cabut keterangan Saudara?" timpal hakim.

Baca juga: Gara-gara Susi, Motif Rekayasa Ferdy Sambo dan Putri Bisa Terbongkar!

Susi pun akhirnya mencabut keterangan soal isolasi mandiri yang awalnya disebut dilakukan di Duren Tiga.

Hakim kemudian mengingatkan agar Susi tidak lagi berbohong atau menyampaikan keterangan yang tidak tepat.

“Nanti kamu masih banyak diperiksa ke depan, saya ingatkan Saudara jangan banyak bohong nanti,” kata hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com