Namun nyatanya toh tidak demikian. PDIP masih sangat elegan dalam bersikap dan elegan dalam menyandarkan keputusan penting tersebut kepada kebijaksanaan ketua umum di satu sisi dan mekanisme politik di internal partai di sisi lain.
Dan lebih dari itu, yang harus dipahami juga adalah bahwa PDIP bukan sekadar partai yang memiliki basis ideologis yang kuat, tapi menurut saya juga memiliki basis intelektual yang mumpuni yang akan menjauhkan partai dari keputusan-keputusan politik yang tidak didasarkan pada kalkulasi rasional-ilmiah.
Artinya, sebagaimana saya sampaikan di awal tulisan, jika memilih Ganjar Pranowo sebagai calon presiden adalah pilihan yang rasional secara politik, "measurable" secara ilmiah, dan "competitive plus marketable" di pasar politik, maka pada ujungnya PDIP akan sampai juga pada kesimpulan bahwa Ganjar Pranowo memang kandidat yang paling tepat untuk PDIP, bukan sosok lain.
Nah, dalam konteks ini kita akan bisa memahami bahwa boleh jadi Ganjar Pranowo memang sedang dalam masa penempaan politik, terutama terkait loyalitas pada partai di satu sisi dan keteguhan personal sebagai seorang calon pemimpin di sisi lain.
Sementara itu, soal drama sepanjang masa penempaan hanya bagian dari "gimmick politik" untuk meningkatkan popularitas Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dari PDIP.
Dengan kata lain, PDIP pada ujungnya akan sampai pada satu kesimpulan bahwa pencalonan Ganjar oleh PDIP akan menjadi keputusan yang tak terelakkan.
Dan perpaduan keduanya (PDIP dan Ganjar) bisa jadi akan menjadi kunci keberlanjutan kepemimpinan politik partai PDIP untuk sepuluh tahun lagi setelah tahun 2024 nanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.