Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Ham Ungkap Keluarga Korban Kanjuruhan Batalkan Otopsi Usai Didatangi Polisi Berkali-kali Tanpa Pendamping Hukum

Kompas.com - 21/10/2022, 18:20 WIB
Singgih Wiryono,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menceritakan kronologi pembatalan otopsi korban tragedi stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Komisioner Komnas HAM bidang Penyelidikan M Choirul Anam mengatakan, pengajuan otopsi dilakukan ayah korban yang bernama Devi Athok pada 10 Oktober 2022.

Anam mengungkapkan, Athok memutuskan untuk melakukan otopsi kedua putrinya agar mengetahui penyebab pasti kematian dua buah hatinya di stadion Kanjuruhan.

"Karena ingin tahu kenapa kedua putrinya meninggal. Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan otopsi," ujar Anam dalam keterangan video, Jumat (21/10/2022).

Baca juga: Tanggung Jawab Pidana Tragedi Kanjuruhan, Mahfud: Bisa Saja Kena Ketua PSSI

Namun, belum selesai pengurusan administrasi permintaan tanda tangan Kepala Desa sebagai pihak yang mengetahui, polisi tiba-tiba mendatangi Athok.

Bahkan, Athok disebut berulang kali didatangi oleh pihak kepolisian setelah mengajukan otopsi dua jenazah putrinya yang menjadi korban di stadion Kanjuruhan.

Pertama, Athok didatangi polisi pada 11 Oktober 2022, sehari setelah surat pengajuan otopsi. dipegang.

Polisi berjumlah empat orang bertandang ke rumah Athok.

"Nah, pak Athok juga kaget, dia merasa bahwa itu (pengajuan otopsi) masih draft kok ini sudah (menyebar) ke mana-mana," kata Anam menceritakan.

Baca juga: Kerap Didatangi Polisi, Devi Batalkan Otopsi Ulang 2 Anaknya yang Meninggal Saat Otopsi

Athok kemudian menghubungi pengacara yang mendampinginya membuat surat pernyataan otopsi. Namun, tidak ada jawaban sehingga membuatnya semakin resah.

"Beberapa komunikasi Pak Athok dan polisi di tanggal 11 Oktober itu juga banyak, itu satu, membuat kekhawatiran membuat ketidaknyamanan di pak Athok," ujar Anam.

Sehari setelahnya, Athok kembali didatangi empat polisi dari Polres Malang dengan menyodorkan surat persetujuan otopsi.

Dalam surat persetujuan itu disepakati otopsi akan dilakukan pada 20 Oktober 2022. Meski kaget, Athok akhirnya menandatangani surat tersebut.

Baca juga: Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Disebut Didatangi Aparat hingga Akhirnya Cabut Kesediaan Otopsi

Pada 17 Oktober, polisi kembali menghampiri kediaman Athok. Kali ini, personel kepolisian yang datang lebih banyak lagi.

Anam menyebut ada tujuh anggota kepolisian didampingi camat dan kepala desa setempat.

Athok kemudian menghubungi pendamping hukum, tetapi pendamping hukumnya tak bisa datang.

Saat Komnas HAM menanyakan apakah ada intimidasi yang diterima Athok, ia menjawab tidak ada intimidasi yang diterima.

"Jadi tidak ada intimidasi dalam proses ini. Dia juga heran kok ada kata-kata intimidasi? Dia mengatakan dia tidak pernah mengatakan intimidasi, itu yang juga kami tanya," ujar Anam.

Baca juga: Rekaman CCTV Stadion Kanjuruhan Dihapus, Imparsial: Ada yang Ingin Dilindungi

Namun, pada akhirnya keluarga memutuskan untuk membatalkan otopsi setelah peristiwa kedatangan polisi berturut-turut.

Menurut Komnas HAM, perlu ada dialog lebih dalam dengan Athok agar proses otopsi tidak dibatalkan.

"Jadi sekali lagi ini refleksi kita semua, buatlah nyaman, buatlah aman korban, di tengah proses trauma ini. Ayo kita semua berkomunikasi dengan baik antar semua pihak agar korban yang sudah berkomitmen terhadap pencarian keadilan itu merasa nyaman dan dia yakin akan prosesnya," kata Anam.

Baca juga: Polisi Masih Tunggu Izin Keluarga untuk Ekshumasi Korban Kanjuruhan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com