JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum terdakwa obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Irfan Widyanto, Henry Yosodiningrat menjelaskan alasannya mengajukan upaya praperadilan.
Ia mengaku menggugat praperadilan keputusan penahanan Irfan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Begini lho tanggal 5 (Oktober 2022) berkas perkara dilimpahkan (dari Polri ke Kejagung). Pada hari itu juga terdakwa ditahan oleh jaksa,” sebutnya Henry pasca persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Ia menjelaskan pihaknya langsung membuat gugatan praperadilan, dan memasukannya ke PN Jakarta Selatan 6 Oktober 2022.
Dalam pandangannya, keputusan penahanan tidak sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Henry menjelaskan ada dua syarat sesorang bisa ditahan. Pertama, diancam 5 tahun pidana atau lebih.
Kedua, terdakwa menimbulkan kekhawatiran bakal melarikan diri, atau menghilangkan barang bukti.
“Bukan hanya sekadar khawatir, KUHAP secara tegas (mengatur) terdapat keadaan kapan jaksa melihat keadaan itu,” ujarnya.
Baca juga: Dakwaan Jaksa: AKP Irfan Widyanto Ganti DVR CCTV di Depan Rumah Dinas Ferdy Sambo
Ia mengklaim tak ada keadaan yang membuat jaksa harus melakukan penahanan pada Irfan.
Pasalnya, penyidik juga tak menahannya ketika ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice.
Lalu proses praperadilan Irfan telah berlangsung sejak Senin (17/10/2022), dan hakim praperadilan bakal memberi putusan Kamis (20/10/2022).
Namun, majelis hakim perkara obstruction of justice memutuskan tetap melanjutkan pemeriksaan perkara.
Artinya proses praperadilan telah dianggap gugur.
Baca juga: Sekuriti Komplek Rumah Sambo Sempat Larang AKP Irfan Widyanto Ganti DVR CCTV
“Oleh karena itu saya memohon dakwaan jangan dibacakan dulu sekarang, tapi ya kewenangan hakim begitu, apa boleh buat terima saja,” imbuhnya.
Diketahui, Irfan adalah salah satu dari 7 terdakwa obstruction of justice kasus kematian Brigadir Yosua lainnya.