Memiliki unsur kesalahan baik secara normatif atau hukum negara. Perbuatan yang dilakukan melawan hukum dan undang-undang serta memiliki ancaman pidana. Memiliki waktu, tempat, dan keadaan tertentu.
Dalam aturan hukum menghilangkan barang bukti Pasal 1 Angka Perkap 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak pidana, dijelaskan pula mengenai definisi barang bukti.
Bahwa barang bukti meliputi semua jenis benda yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik, bertujuan untuk proses penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di sidang. Semuanya untuk memperjelas dan memudahkan dakwaan atas kejahatan tersangka.
Berbagai peristiwa ini menjadi tumpang tindih dengan “pembersihan” yang sedang dilakukan Kapolri. Di satu sisi dibersihkan, di sisi lain kasus baru bermunculan.
Meskipun ketegasan Kapolri terhadap korsanya telah dilakukan, namun di lapangan justru kasus tetap saja muncul.
Berbagai perbaikan Polri melalui Program Polri Presisi, menggunakan bantuan teknologi sebagai pengontrol, secara tidak langsung mengurangi perilaku oknum polisi jahat di lapangan.
Sebaliknya kini para pejabat teras di kalangan atas yang semakin leluasa bermain, seperti kekurangan lahan di jalanan yang sudah diganti mesin-mesin canggih. Dan kali kini pelakunya sekali lagi juga petinggi Polri.
Belum lama, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Metro Jaya memecat lima anggotanya.
Mereka dipecat karena berbagai pelanggaran selama beberapa waktu hingga Oktober 2022, utamanya kasus narkoba-godaan paling seksi setelah judi.
Langkah ini adalah bentuk komitmen untuk mentransformasi perilaku sikap anggota Polda Metro Jaya agar lebih baik lagi ke depan dan lebih profesional dan presisi. Tapi bisa jadi itu adalah puncak gunung es baru-diagram narkoba di tubuh Polri?
Selain sanksi demosi atau dicopot dari jabatannya, juga diberlakukan sanksi tidak diberikan jabatan dari mulai enam bulan sampai lima tahun. Ini cukup menyakitkan bagi yang ambisius dengan jabatan.
Langkah keberhasilan Polri meringkus bandar judi kelas kakap Apin BK bekerjasama dengan Kepolisian Diraja Malaysia, seolah tak bisa menjadi "pelipur lara" publik. Namun justru dianggap pengalih perhatian dari kasus besar yang menjerat Polri.
Publik tak lagi meresponsnya secara apresiatif karena ganjalan "rasa tak percaya" yang terus menurun.
Apakah langkah "kejutan" Polri ini akan efektif meredam menurunnya kepercayaan publik? Jika secara transparan, masif dan kontinyu, dengan catatan tidak diganggu kemunculan kasus-kasus baru dalam rentang masa pembersihan sekarang ini, secara perlahan kepercayaan publik bisa jadi akan perlahan pulih, meskipun tak akan lagi sama seperti dulu.
Bagaimana Program Polri Presisi dengan capaian “empat transformasi”, dengan 16 program prioritas, 51 kegiatan 177 aksi, dan delapan komitmen dalam 100 hari Kapolri, begitu mudah luntur.