Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soeharto, Pembubaran PKI, dan Murkanya Presiden Soekarno

Kompas.com - 30/09/2022, 05:20 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

Isinya, menahan 15 menteri yang dianggap terkait dengan PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Sebagai gantinya, Soeharto mengangkat lima menteri koordinator ad interim yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Roeslam Abdulgani, KH Idham Chalid, dan J Leimena. Soeharto juga mengangkat beberapa menteri ad interim lainnya hingga terbentuk kabinet baru.

Versi buku biografi Soeharto, penahanan itu dilakukan karena adanya demonstrasi yang menuntut perombakan kabinet.

Para demonstran menduga, sejumlah menteri terindikasi terlibat peristiwa G30S dan dekat dengan PKI. Mereka bahkan meminta menteri-menteri tersebut ditangkap dan diserahkan ke Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).

Tiga bulan setelahnya, tepatnya 20 Juni-6 Juli 1966, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menggelar Sidang Umum.

Terjadi dua peristiwa besar dalam momen itu. Pertama, ditolaknya pidato pertanggungjawaban Soekarno berjudul Nawaksara. Lalu, ditetapkannya Supersemar melalui TAP MPRS Nomor IX/MPRS/1966.

Soekarno bukannya tinggal diam. Dia sempat mengecam aksi Soeharto yang menurutnya menyalahgunakan Supersemar dengan mengeluarkan pidato berjudul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah alias Jas Merah.

Namun, pidato itu tak berarti banyak. Kekuasaan Bung Karno perlahan mulai digerogoti.

Politis

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam pernah mengatakan, upaya pembubaran PKI bisa dilihat dari sisi politis dan bukan ideologi.

Menurut Asvi, pembubaran PKI memudahkan upaya perebutan kekuasaan dari tangan Soekarno.

Asvi mengatakan, saat itu Soeharto berupaya memisahkan Soekarno dari orang-orang terdekat dan para pendukungnya yang setia.

Baca juga: Saat Anak-Cucu Soeharto Ingin Lolos Pemilu 2024 dan Melenggang ke Senayan...

"PKI itu pendukung Soekarno. PKI itu dibubarkan bukan karena ideologinya, tetapi karena partai yang mendukung Soekarno," kata Asvi seperti diberitakan Kompas.com, 6 Maret 2016.

"Kabarnya anggotanya mencapai 3 juta orang. Artinya, 3 juta pendukung Soekarno itu sudah bubar," tuturnya.

Seolah tak cukup merongrong kekuasaan Seokarno dengan membubarkan PKI dan mengganti para menteri, Soeharto juga membubarkan pasukan pengawal Presiden, Tjakrabirawa.

Mereka dipulangkan ke daerah masing-masing pada 20 Maret 1966. Pemulangan itu dilakukan terhadap empat batalyon dan satuan detasemen atau sekitar 3.000 sampai 4.000 orang.

"Orang-orang yang menjaga dan loyal kepada Soekarno itu disingkirkan. Mereka adalah kekuatan pendukung Bung Karno. Kemudian, tugasnya diserahkan kepada Pomdam Jaya. Seakan Soeharto ingin mengurung dan mengawasi Soekarno, bukan mengamankan," tutur Asvi.

Baca juga: Mochtar Kusumaatmadja, Menlu Era Orde Baru yang Dipercaya Presiden Soeharto

Hari-hari setelahnya, Soeharto menjadikan Soekarno "tahanan rumah" di Istana Bogor, lalu di Wisma Yaso di Jakarta.

Sang presiden pertama RI pun turun tahta setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak MPRS pada 22 Juni 1966.

Tak sampai setahun setelahnya tepatnya Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai "pejabat presiden". Soeharto resmi menjabat presiden sejak 26 Maret 1968 dan berkuasa selama 32 tahun lamanya di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com