Akan tetapi, ternyata para nasabah tidak pernah menerima bunga yang dijanjikan. Malah para pendiri PT GTI yang merupakan warga Malaysia dilaporkan menggelapkan uang dan emas nasabah.
Salah satu pendiri PT GTI, Ong Han Chun, disebut membawa lari uang dan emas nasabah sebesar Rp 10 triliun.
Kasus penipuan biro perjalanan haji dan umrah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel sempat menghebohkan masyarakat pada 2017 silam.
Awal mula kasus penipuan First Travel terungkap adalah ketika mereka gagal memberangkatkan jemaah umrah pada 28 Maret 2017 dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Saat itu masyarakat banyak yang tertarik karena harga paket perjalanan yang ditawarkan First Travel cukup bersaing dengan menawarkan beragam fasilitas.
Baca juga: Sidang Kasus Investasi Bodong KSP Indosurya, Korban Mengaku Dijanjikan Keuntungan 12 Persen
Akibat kegagalan pemberangkatan jemaah itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai menyelidiki First Travel pada 21 Juli 2017.
Dari penyelidikan terungkap First Travel tidak memberangkatkan 58.682 calon jemaah umrah pada periode Desember 2016 hingga Mei 2017.
Nilai kerugian dalam kasus itu mencapai Rp 905 miliar. Bahkan diduga uang yang dikumpulkan dari para jemaah itu digunakan untuk keperluan pribadi dan pencucian uang para direktur First Travel, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan.
Ketiganya divonis bersalah dan dipenjara.
Andika divonis 20 tahun penjara dengan pidana denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Baca juga: Sidang Kasus Investasi Bodong KSP Indosurya Digelar di PN Jakbar, Jaksa Hadirkan 10 Saksi
Sedangkan Anniesa divonis 18 tahun penjara dan pidana denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Kiki divonis 15 tahun penjara dan pidana denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Akan tetapi, para korban menyatakan kecewa dengan putusan pengadilan karena aset milik para terpidana tidak digunakan untuk membayar ganti rugi tetapi malah disita untuk negara.
Baca juga: Kejagung: Berkas Perkara Kasus KSP Indosurya Sudah Lengkap
Kasus ini bermula ketika Ramly Arabi mendirikan usaha pertanian di Kampung Situgunung, Desa Kadudampit Cisaat, Kabupaten Sukabumi dengan lahan seluas 5 hektare pada 1998.
Dia kemudian mendirikan PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) dengan bidang usaha agribisnis. Model usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat yang menanamkan modal dan menjadi investor melalui kerja sama di perusahaan itu.