JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak banyak diuntungkan jika berkoalisi dengan Partai Nasdem dan Partai Demokrat pada Pemilu 2024.
Sebaliknya, partai pimpinan Ahmad Syaikhu itu disebut lebih untung jika bergabung ke Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dimotori Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Sebagai partai yang memiliki kefanatikan dan keloyalan pemilih di akar rumput, justru PKS akan lebih dihargai di KIB ketimbang posisinya bersekutu dengan Nasdem dan Demokrat," kata Ari kepada Kompas.com, Kamis (29/9/2022).
Baca juga: Nasdem Buka-bukaan Kenapa Belum Putuskan Koalisi dengan Demokrat-PKS, Belum Sepakat soal Paslon
Menurut Ari, PKS cuma menjadi pelengkap jika merapat ke Nasdem dan Demokrat. Pasalnya, koalisi itu lebih mempertimbangkan kandidat Nasdem dan Demokrat sebagai calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres).
Padahal, PKS punya punya sejumlah tokoh ternama sekaliber anggota DPR Hidayat Nur Wahid, mantan Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri, mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, hingga mantan Gubernur Sumatera Barat Iwan Prayitno.
Oleh karenanya, menurut Ari, sudah seharusnya PKS bermanuver PKS merapat ke koalisi lain.
"Jika PKS mengalihkan kemudi partai dengan merapat ke KIB, justru semakin membesarkan peluang terbentuknya koalisi ketimbang menjadi pelengkap di poros koalisi Nasdem dengan Demokrat," ucapnya.
Baca juga: Koalisi dengan Nasdem-Demokrat Alot, PKS Bangun Komunikasi dengan Partai Lain
Bagi KIB sendiri, bergabungnya PKS juga akan membawa keuntungan. Partai bulan sabit padi itu punya basis massa yang solid di akar rumput.
Jika PKS bergabung, kata Ari, segmen dukungan KIB di akar rumput juga akan semakin melebar dan mengisi celah kosong yang tidak dimiliki Golkar, PAN, maupun PPP.
Stok kader yang dimiliki PKS pun bisa menjadi alternatif bagi koalisi tersebut untuk mengutak-atik kandidat capres-cawapres.
"Di saat adanya deadlock (jalan buntu) dan tidak tercapainya mufakat, maka langkah PKS untuk merapat ke KIB adalah langkah bagus untuk meningkatkan opportunity (kesempatan) politik," ujar Ari.
Sebaliknya, Nasdem dan Demokrat dinilai akan merugi seandainya ditinggalkan PKS. Ari memprediksi, jika benar PKS berganti haluan, partai besutan Surya Paloh dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu bakal bubar jalan mencari tambatan koalisi lain.
"Adalah kerugian besar bagi Nasdem dan Demokrat jika PKS melabuhkan diri ke KIB karena basis massa PKS adalah aset politik untuk menjamin kemenangan siapa pun calon yang diusung oleh Nasdem dan Demokrat," kata dosen Universitas Indonesia (UI) itu.
Sebagaimana diketahui, Nasdem, Demokrat, dan PKS sejak lama saling melakukan penjajakan untuk kepentingan Pemilu 2024. Namun, koalisi antara ketiganya tak kunjung diumumkan.
Masing-masing partai mengakui bahwa ada sejumlah tantangan yang harus mereka hadapi untuk berkongsi.