Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaim Agenda Politik di Balik Penetapan Tersangka Lukas Enembe dan Bantahan Pemerintah

Kompas.com - 26/09/2022, 13:44 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe masih kusut.

Pihak Lukas Enembe bersikukuh tak mau diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka mengeklaim ada unsur politik di balik kasus ini.

Namun, tudingan itu langsung dibantah KPK dan pemerintah. Sebaliknya, oleh KPK dan pemerintah, Lukas disebut terlibat sejumlah kasus, tak hanya korupsi, tetapi juga dugaan gratifikasi hingga judi.

Baca juga: Jokowi ke Lukas Enembe: Semua Sama di Mata Hukum, Hormati Panggilan KPK

Agenda politik

Klaim soal kriminalisasi dan agenda politik dalam kasus ini diungkap oleh kuasa hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening. Dia menyebut, penetapan tersangka kliennya tak lepas dari situasi politik di Bumi Cendrawasih.

Menurut Stefanus, pada 2017 Lukas diincar dengan proses hukum terkait dana beasiswa mahasiswa Papua di luar negeri. Kasus yang diusut oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri itu sudah naik ke tahap penyidikan.

“Padahal pengelolaan dana beasiswa mahasiswa adalah SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait bukan Gubernur Papua,” kata Stefanus dalam keterangan resminya, Minggu (25/9/2022).

Baca juga: Jemput Paksa Menanti jika Lukas Enembe Mangkir Lagi dari Panggilan KPK

Masih kata Stefanus, agenda politik ini melibatkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan mantan Kapolda Papua Paulus Waterpauw.

Mereka disebut pernah melakukan pertemuan di rumah anggota Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua, Brigjen Napoleon, guna merencakana upaya penjegalan tergadap Lukas agar tidak kembali mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di Papua.

“Agar Gubernur Lukas Enembe tidak maju mencalonkan diri untuk periode kedua, untuk masa bhakti tahun 2018-2023,” ujar Stefanus.

Pada pertemuan itu, kata Stefanus, Budi Gunawan mengajukan surat pernyataan yang memuat 6 kesepakatan. Salah satunya, Irjen Paulus Waterpauw harus menjadi Wakil Gubernur Papua mendampingi Lukas pada Pilkada 2018.

Namun, agenda tersebut kandas lantaran Paulus gagal mendapatkan dukungan dari partai politik.

“Karena koalisi partai pada waktu itu menginginkan Lukas Enembe dan Klemen Tinal melanjutkan kepemimpinan Papua pada periode tahun 2018-2023,” kata Stefanus.

Stefanus juga mengatakan, Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pernah menemui Lukas pada akhir tahun lalu, tepatnya 10 Desember 2021 di Hotel Suni, Abepura, Jayapura, Papua.

Mereka menyodorkan nama Paulus Waterpauw sebagai Wakil Gubernur Papua, menggantikan Klemen Tinal yang meninggal dunia.

Baca juga: Deretan Skandal Lukas Enembe, dari Dugaan Korupsi hingga Judi

Merespons itu, kata Stefanus, Lukas meminta Tito menyampaikan kepada Paulus agar mengumpulkan rekomendasi dari partai pengusung.

Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, Paulus gagal meraup dukungan dari partai koalisi.

“Menjadi pertanyaan bagi publik, mengapa Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Bahlil terlibat langsung dalam mengisi jabatan Wakil Gubernur Papua?” tuturnya.

Stefanus pun menduga, kedatangan Tito dan Bahlil merupakan bentuk intervensi terhadap Lukas.

Dibantah

Pemerintah sendiri telah membantah tudingan yang menyebut bahwa penetapan tersangka Lukas Enembe merupakan respons atas situasi politik di Papua.

"Kasus Lukas Enembe ini bukan baru terjadi sekarang menjelang situasi politik," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers, Senin (19/9/2022).

Baca juga: Panggilan KPK yang Kembali Tak Akan Dipenuhi Lukas Enembe

Mahfud mengatakan, sejak Mei 2020 pemerintah telah mengumumkan adanya dugaan 10 kasus korupsi besar di Papua. Kasus Lukas Enembe masuk di dalam daftar.

"Itu tahun 2020 saya sudah umumkan dan saudara semua wartawan sudah menulis," ucap Mahfud.

Mahfud pun menegaskan bahwa tak ada agenda politik di balik kasus Lukas. Kasus ini juga dia sebut tak berkaitan dengan partai politik atau pejabat tertentu.

"Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik, tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu, melainkan merupakan temuan dan fakta hukum," tandas Mahfud.

BIN juga membantah terlibat dalam upaya kriminalisasi terhadap Lukas. Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan, dugaan korupsi yang menyandung Lukas murni proses hukum.

"Kasus Lukas Enembe adalah murni masalah hukum, tidak ada kaitannya dengan politik,” kata Wawan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/9/2022).

Kompas.com juga telah mencoba menghubungi Menteri Bahlil melalui pesan singkat untuk mengonfirmasi tudingan kuasa hukum Lukas. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Bahlil.

Demikian halnya pesan singkat yang dilayangkan kepada Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan. Hingga kini, belum ada respons Kemendagri mengenai dugaan yang dilontarkan Stefanus.

Baca juga: Akal-akalan Lukas Enembe, Izin Berobat demi Judi di Luar Negeri

Korupsi hingga gratifikasi

Mahfud MD sebelumnya mengungkap, kasus yang menyeret Lukas Enembe bukan hanya dugaan gratifikasi Rp 1 miliar.

Ada beberapa kasus lainnya yang kini masih terus didalami, yakni terkait dengan dana pengelolaan Pekan Olahraga Nasional (PON) hingga pencucian uang.

"Ada kasus-kasus lain yang sudah didalami terkait dengan kasus ini. Misalnya, ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, kemudian juga adanya manajer pencucian uang yang dilakukan atau dimiliki oleh Lukas Enembe," kata Mahfud.

Merujuk laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kata Mahfud, ada 12 temuan penyimpanan dan pengelolaan uang yang tidak wajar oleh Lukas yang angkanya mencapai ratusan miliar rupiah.

Buntut temuan itu, PPATK memblokir sejumlah rekening bank dan asuransi yang nominalnya mencapai Rp 71 miliar.

"Dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian menjadi tersangka bukan hanya terduga, bukan hanya gratifikasi satu miliar," ujar Mahfud.

Sementara, PPATK mengungkap, salah satu laporan pihaknya ialah terkait setoran tunai yang diduga disalurkan Lukas ke kasino judi. Nilainya ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.

"Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar atau 560 miliar rupiah. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (19/8/2022).

Tak hanya itu, Ivan mengungkap, PPATK juga menemukan dugaan setoran tunai tak wajar yang dilakukan Lukas dalam jangka waktu pendek dengan nilai fantastis mencapai Rp 5 juta Dollar Singapura.

Kemudian, masih dengan metode setoran tunai, tercatat ada pembelian jam tangan mewah senilai 55.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 550 juta.

"PPATK juga mendapatkan informasi bekerja sama dengan negara lain dan ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda. Itu juga sudah PPATK analisis dan PPATK sampaikan kepada KPK," terang Ivan.

Baca juga: Pengacara Ungkap Tito Karnavian dan Bahlil Lahadlia Pernah Temui Lukas Enembe, Minta Paulus Waterpau jadi Wagub Papua

Mangkir

Lukas Enembe pernah dipanggil oleh KPK untuk menjalani pemeriksaan kasus ini pada 12 September 2022. Namun, mantan Bupati Puncak Jaya itu mangkir.

KPK kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap Lukas pada Senin (26/9/2022). Namun, kuasa hukum menyebut kliennya kembali tak akan hadir karena sakit.

Pihak kuasa hukum sebelumnya menyebut Lukas menderita stroke, penyakit gula, hingga gangguan ginjal.

"Kondisi bapak tidak sehat sehingga dipastikan besok tidak bisa datang," kata Stefanus Roy Rening.

Baca juga: Pengacara Duga Penetapan Tersangka Lukas Enembe Tak Lepas dari Agenda Politik Tito Karnavian dan Budi Gunawan

Pemerintah telah mengimbau Lukas segera memenuhi panggilan KPK. Mahfud MD mengatakan, jika dugaan korupsi itu tak terbukti, dipastiian KPK akan menghentikan penyelidikan.

"Lukas Enembe menurut saya kalau dipanggil KPK datang saja. Jika tidak cukup bukti, kami ini semuanya ada di sini menjamin dilepas," kata Mahfud.

"Tapi kalau cukup bukti harus bertanggung jawab karena kita sudah bersepakat membangun Papua yang bersih dan damai," tuturnya.

KPK juga menyampaikan imbauan serupa. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata meminta Lukas dan penasihat hukumnya kooperatif terkait penyelidikan ini.

"Kepada penasihat hukum dari Pak Lukas Enembe kami mohon kerja samanya, kooperatif, KPK berdasarkan UU yang baru ini bisa menghentikan penyidikan dan menerbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan)," kata Alex, Senin (19/9/2022).

"Kalau nanti dalam proses penyidikan Pak Lukas itu bisa membuktikan dari mana sumber uang yang puluhan, ratusan miliar tersebut, misalnya Pak Lukas punya usaha tambang emas, ya sudah, pasti nanti akan kami hentikan. Tapi, mohon itu diklarifikasi," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com