Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Dinilai Cari Aman karena Bentuk Tim Ad Hoc Kasus Munir di Akhir Masa Jabatan

Kompas.com - 08/09/2022, 13:29 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute mengkritik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait pembetukan tim ad hoc guna melanjutkan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat kasus pembunuhan Munir Said Thalib.

Ketua Setara Institue Hendardi menyebut Komnas HAM tengah mencari jalur aman dengan membentuk tim ad hoc tersebut. 

Pasalnya, tim ad hoc dibentuk menjelang berakhirnya masa jabatan komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 yang tinggal menyisakan waktu dua bulan lagi.

“Jadi Komnas HAM memang memilih jalur aman, bukan untuk tujuan meninggalkan legacy cemerlang tetapi mewariskan penyelesaian kasus pada Komnas HAM periode selanjutnya,” kata Hendardi kepada Kompas.com, Kamis (8/9/2022).

Baca juga: Usman Hamid Tolak Jadi Anggota Tim Ad Hoc Kasus Pembunuhan Munir

Dengan masa jabatan komisioner Komnas HAM yang segera berakhir, Hendardi menyebut secara teknis tim ad hoc kurang cukup waktu untuk bekerja.

Oleh karenanya, kata Hendardi, akan membebani anggota tim ad hoc. Khususnya, bagi anggota tim yang berasal dari eksternal Komnas HAM.

Meski demikian, Hendardi tetap berharap dalam waktu yang singkat itu, Komnas HAM bisa menetapkan status hukum kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Hendardi juga mengatakan bahwa secara politik, pembentukan tim ad hoc di ujung masa jabatan merupakan pilihan buying time atau membeli waktu.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Menuju Kedaluwarsa Kasus Kematian Munir

Ia menilai, komisioner Komnas HAM periode kali ini terus menunda dan menghindar untuk memimpin penyelesaian pelanggaran HAM berat yang sebenarnya tidak serumit peristiwa pelanggaran HAM masa lalu.

Apabila merujuk pelanggaran masa lalu, kata Hendardi, hal itu justru bisa bertolak dari hasil kerja Tim Pencari Fakta (TPF) Munir.

Terlebih, peristiwa pembunuhan Munir terjadi setelah adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Artinya, tidak perlu membutuhkan rekomendasi atau persetujuan DPR, sebagaimana untuk kasus-kasus yang terjadi sebelum tahun 2000,” ujarnya.

Baca juga: Alasan Usman Hamid Tolak Gabung Tim Ad Hoc Kasus Munir Bentukan Komnas HAM

Oleh sebab itu, Hendardi lebih mendesak Komnas HAM segera menetapkan status hukum kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Penetapan ini mesti dilakukan setidaknya supaya komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 tidak dianggap melempar handuk atas tanggung jawabnya dalam kasus Munir kepada anggota Komnas HAM periode selanjutnya.

“Setidaknya, komisioner periode berikut tinggal melanjutkan penyidikan tanpa harus berdebat tentang status hukumnya,” ujar Hendardi.

Baca juga: Usman Hamid Tolak Jadi Anggota Tim Ad Hoc Kasus Pembunuhan Munir

Sebelumnya, Komnas HAM menunjuk lima anggota tim ad hoc untuk melanjutkan penyelidikan kasus Munir sebagai kasus dugaan pelanggaran HAM.

Salah satunya adalah Usman Hamid yang dikenal sebagai sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir.

Sementara itu, Komnas HAM menunjuk dua komisioner Komnas HAM sebagai perwakilan internal dalam tim ini, yaitu sang ketua Ahmad Taufan Damanik dan Komisioner Bidang Penelitian Sandrayati Moniaga.

Sedangkan tiga anggota tim lainnya berasal dari sipil yang mengerti terkait dengan kasus Munir.

Sementara itu, Usman Hamid diketahui akhirnya memutuskan menolak bergabung dengan tim ad hoc.

Baca juga: Usman Hamid Tolak Gabung Tim Ad Hoc Kasus Munir, Ketua Komnas HAM: Kami Hormati meski Kaget

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com