JAKARTA, KOMPAS.com - Perbuatan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dalam proses penanganan perkara pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terpapar jelas dalam laporan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Berdasarkan fakta yang ditemukan, terdapat tindakan-tindakan yang diduga merupakan obstruction of justice dalam peristiwa penembakan Brigadir J," demikian isi laporan Komnas HAM terkait hasil penyelidikan kematian Brigadir J yang dipaparkan di Jakarta pada Kamis (1/9/2022).
Baca juga: Komnas HAM: Brigadir J Sempat Gendong Putri Candrawathi
Komnas HAM menyatakan, tindakan yang merupakan obstruction of justice dalam kasus itu adalah sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti saat sebelum atau
sesudah proses hukum.
Selain itu, ada upaya sengaja melakukan pengaburan fakta peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Tindakan obstruction of justice tersebut berimplikasi pemenuhan akses terhadap keadilan
(access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) yang merupakan
hak konstitusional sebagaimana dijamin dalam hukum nasional maupun internasional," lanjut isi laporan itu.
Dalam laporan itu, Komnas HAM menyatakan, upaya pertama perbuatan obstruction of justice dalam kasus Brigadir J adalah membuat skenario.
Rekayasa skenario itu dilakukan dengan menyeragamkan kesaksian para saksi, yaitu mengenai latar belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, dan alibi tersangka Ferdy Sambo di TKP.
Selain itu, meminta para aide de camp atau ajudan Sambo untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan penggunaan senjata. Terakhir, dengan menghapus atau menghilangkan sesuatu yang merugikan.
Komnas HAM juga menemukan indikasi upaya "mengatur" tempat kejadian perkara (TKP) sebagai bagian dari merancang skenario.
Caranya dengan mengubah lokasi TKP terjadinya dugaan kekerasan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
Cara lainnya yakni dengan merusak, mengambil, dan/atau menghilangkan CCTV dan/atau dekoder di TKP dan di sekitar TKP.
Selain itu, ditemukan juga tindakan dalam penanganan TKP yang tidak sesuai prosedur, serta pembiaran terhadap pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas untuk
memasuki TKP.
"Adanya upaya untuk mensterilisasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari
kehadiran wartawan," demikian isi laporan itu.
Upaya merancang skenario itu, menurut Komnas HAM, juga dilakukan dengan cara membuat narasi peristiwa yang terjadi di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga.
Caranya dengan membuat cerita tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap Putri, kemudian menembak Bharada E.