Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Ungkap Detail Upaya "Obstruction of Justice" Kasus Brigadir J

Kompas.com - 01/09/2022, 17:32 WIB
Singgih Wiryono,
Aryo Putranto Saptohutomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merinci sejumlah perbuatan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dalam proses penanganan perkara pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Di dalam peristiwa kematian Brigadir J telah terjadi obstruction of justice," demikian isi laporan Komnas HAM terkait hasil penyelidikan kematian Brigadir J yang dipaparkan di Jakarta pada Kamis (1/9/2022).

Baca juga: Komnas HAM: Banyak Opini Seolah Putri Candrawathi Diistimewakan

Dalam laporan itu, Komnas HAM membagi temuan terkait tindakan menghalang-halangi proses hukum ke dalam 2 bagian. Pertama adalah membuat skenario dan kedua adalah menghilangkan atau merusak barang bukti.

Syalutan Ilham Komnas HAM memberikan rekomendasi teknis terkait kasus pembunuhan Brigadir J ke Polri.


Perihal indikasi obstruction of justice dengan membuat skenario, hal yang dilakukan adalah mengonsolidasi saksi dan terbagi menjadi 3 langkah, yaitu:

  1. Menyeragamkan kesaksian para saksi, baik mengenai latar belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, dan alibi FS di TKP;
  2. Menginstruksikan saksi ADC (aide de camp/ajudan) untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dan penggunaan senjata;
  3. Menghapus/menghilangkan sesuatu yang merugikan.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan indikasi obstruction of justice dengan cara mengonsolidasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) sebagai bagian dari merancang skenario.

Hasil temuan mereka adalah sebagai berikut:

  1. Mengubah lokasi TKP terjadinya dugaan kekerasan seksual;
  2. Adanya tindakan perusakan, pengambilan, dan/atau penghilangan CCTV dan/atau decoder di TKP dan di sekitar TKP;
  3. Adanya tindakan dalam penanganan TKP yang tidak sesuai prosedur.
  4. Adanya pembiaran terhadap pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas untuk memasuki TKP;
  5. Adanya upaya untuk mensterilisasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari kehadiran wartawan.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Keluarga Brigadir J dan Ferdy Sambo Alami Serangan Digital

Komnas HAM juga merinci upaya merancang narasi kematian Brigadir J. Hasil temuan Komnas HAM itu adalah:

  1. Bahwa peristiwa terjadi di Duren Tiga dan dilatarbelakangi tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap saudari PC, serta menembak Barada RE;
  2. Dibuatnya dua laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan tentang dugaan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Barada RE, dan dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap saudari PC;
  3. Dibuat video guna menyesuaikan dengan skenario.

Komnas HAM juga memaparkan temuan mereka terkait penggunaan pengaruh jabatan Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, untuk merancang skenario yang sudah disusun. Caranya adalah:

  1. Anggota Kepolisian diperintah mengikuti skenario;
  2. Pembuatan dua laporan di Polres Metro Jakarta Selatan;
  3. Proses BAP atas dua laporan dilakukan tidak sesuai prosedur, hanya formalitas dan tinggal ditandatangani;
  4. Pemeriksaan di awal kejadian terhadap Barada RE, Bripka RR, dan saudara KM
  5. tidak dilakukan sesuai prosedur;
  6. Anggota Kepolisian yang tidak memiliki otoritas memasuki TKP;
  7. Permintaan kepada Kepala RS Bhayangkara S. Sukanto untuk menyiapkan autopsi.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap 4 Pelanggaran HAM dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Komnas HAM juga mengungkap indikasi perbuatan menghalang-halangi proses hukum dalam penyidikan kasus Brigadir J dengan cara merusak atau menghilangkan barang bukti.

Dari hasil penyelidikan Komnas HAM ditemukan 6 cara untuk menghilangkan atau merusak barang bukti dalam kasus tersebut, yaitu:

  1. Adanya upaya menghilangkan dan/atau mengganti barang bukti handphone oleh pemiliknya sebelum diserahkan ke penyidik;
  2. Adanya tindakan penghapusan jejak komunikasi berupa pesan, panggilan telepon, dan data kontak;
  3. Penghapusan foto TKP;
  4. Adanya tindakan perusakan, pengambilan, dan/atau penghilangan CCTV dan/atau decoder di TKP dan sekitarnya;
  5. Adanya pemotongan/penghilangan video CCTV yang menggambarkan rangkaian peristiwa secara secara utuh sebelum, saat, dan setelah kejadian;
  6. Adanya perintah untuk membersihkan TKP.

Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jalan Duren Tiga Utara I, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.

Dalam kasus ini, penyidik tim khusus Polri menetapkan 5 orang tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Tersangka lainnya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga bernama Kuat Ma'ruf.

Baca juga: Laporan Komnas HAM Sebut Kematian Brigadir J sebagai Extra Judicial Killing

Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

Nasional
Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com