Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muslihat Para Polisi Rekayasa Kasus Brigadir J yang Diungkap Komnas HAM

Kompas.com - 02/09/2022, 06:21 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Perbuatan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dalam proses penanganan perkara pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terpapar jelas dalam laporan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Berdasarkan fakta yang ditemukan, terdapat tindakan-tindakan yang diduga merupakan obstruction of justice dalam peristiwa penembakan Brigadir J," demikian isi laporan Komnas HAM terkait hasil penyelidikan kematian Brigadir J yang dipaparkan di Jakarta pada Kamis (1/9/2022).

Baca juga: Komnas HAM: Brigadir J Sempat Gendong Putri Candrawathi

Komnas HAM menyatakan, tindakan yang merupakan obstruction of justice dalam kasus itu adalah sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti saat sebelum atau
sesudah proses hukum.

Selain itu, ada upaya sengaja melakukan pengaburan fakta peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Alexandra Ananda Komnas HAM beberkan isi rekomendasi teknis terkait kasus pembunuhan Brigadir J yang diberikan kepada Polri.


"Tindakan obstruction of justice tersebut berimplikasi pemenuhan akses terhadap keadilan
(access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) yang merupakan
hak konstitusional sebagaimana dijamin dalam hukum nasional maupun internasional," lanjut isi laporan itu.

Dalam laporan itu, Komnas HAM menyatakan, upaya pertama perbuatan obstruction of justice dalam kasus Brigadir J adalah membuat skenario.

Rekayasa skenario itu dilakukan dengan menyeragamkan kesaksian para saksi, yaitu mengenai latar belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, dan alibi tersangka Ferdy Sambo di TKP.

Selain itu, meminta para aide de camp atau ajudan Sambo untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan penggunaan senjata. Terakhir, dengan menghapus atau menghilangkan sesuatu yang merugikan.

Komnas HAM juga menemukan indikasi upaya "mengatur" tempat kejadian perkara (TKP) sebagai bagian dari merancang skenario.

Baca juga: Komnas HAM Minta Perlakuan Polri ke Putri Candrawathi Diadopsi kepada Perempuan Lain yang Berhadapan dengan Hukum

Caranya dengan mengubah lokasi TKP terjadinya dugaan kekerasan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.

Cara lainnya yakni dengan merusak, mengambil, dan/atau menghilangkan CCTV dan/atau dekoder di TKP dan di sekitar TKP.

Selain itu, ditemukan juga tindakan dalam penanganan TKP yang tidak sesuai prosedur, serta pembiaran terhadap pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas untuk
memasuki TKP.

"Adanya upaya untuk mensterilisasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari
kehadiran wartawan," demikian isi laporan itu.

Upaya merancang skenario itu, menurut Komnas HAM, juga dilakukan dengan cara membuat narasi peristiwa yang terjadi di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga.

Caranya dengan membuat cerita tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap Putri, kemudian menembak Bharada E.

Anasthasya Putri Candrawathi diduga kuat mengalami kekerasan seksual oleh Brigadir J di Magelang.

 

Baca juga: Komnas HAM: Banyak Opini Seolah Putri Candrawathi Diistimewakan

Untuk memperkuat narasi yang sudah dirancang, maka dibuatlah dua laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan tentang dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E, dan dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap Putri.

Setelah itu para pelaku membuat video guna menyesuaikan dengan skenario.

Komnas HAM juga memaparkan temuan mereka terkait penggunaan pengaruh jabatan Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, untuk merancang skenario yang sudah disusun.

Caranya adalah meminta anggota kepolisian mengikuti skenario serta membuat 2 laporan di Polres Metro Jakarta Selatan.

Lalu, memproses berita acara pemeriksaan (BAP) atas dua laporan dilakukan tidak sesuai prosedur, hanya formalitas dan tinggal ditandatangani.

Baca juga: Keluarga Brigadir J ke Komnas HAM: Kalau Dituduh Berbuat Jahat, Kenapa Harus Dieksekusi?

Lalu, pemeriksaan di awal kejadian terhadap Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Saudara Kuat Ma'ruf tidak dilakukan sesuai prosedur.

Kemudian, terdapat anggota kepolisian yang tidak memiliki otoritas memasuki TKP.

Terakhir, meminta kepada Kepala RS Bhayangkara S. Sukanto untuk menyiapkan otopsi jenazah Brigadir J.

Komnas HAM juga mengungkap perbuatan menghalang-halangi proses hukum dalam penyidikan kasus Brigadir J dengan cara merusak atau menghilangkan barang bukti.

Baca juga: Pengacara Keluarga Brigadir J Kecewa terhadap 3 Rekomendasi Komnas HAM

Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, ditemukan enam cara untuk menghilangkan atau merusak barang bukti, yakni upaya mengganti barang bukti ponsel oleh pemiliknya sebelum diserahkan ke penyidik.

Selain itu, diketahui ada tindakan penghapusan jejak komunikasi berupa pesan, panggilan telepon, dan data kontak dari ponsel.

Selanjutnya terdapat upaya penghapusan foto TKP. Kemudian, terdapat perbuatan merusak, mengambil dan/atau menghilangkan CCTV dan/atau dekoder di TKP dan sekitarnya.

Cara menghilangkan atau merusak barang bukti itu juga dilakukan dengan memotong atau penghilangan video CCTV yang menggambarkan rangkaian peristiwa secara secara utuh sebelum, saat, dan setelah kejadian.

Baca juga: Komnas HAM ke Polisi: Barang Milik Brigadir J Tolong Dikembalikan ke Keluarga

Terakhir, ada perintah untuk membersihkan TKP.

Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jalan Duren Tiga Utara I, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.

Dalam kasus ini, penyidik tim khusus Polri menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Tersangka lainnya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga bernama Kuat Ma'ruf.

Baca juga: Komnas HAM: Ada Dugaan Kuat Terjadi Kekerasan Seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J

Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

7 tersangka obstruction of justice

Dalam kasus dugaan obstruction of justice penanganan kasus pembunuhan Brigadir J, tim khusus (Timsus) Polri sudah menetapkan tujuh tersangka. Para tersangka itu adalah:

  1. Irjen Ferdy Sambo
  2. Brigjen Hendra Kurniawan (mantan Karopaminal Divisi Propam Polri)
  3. Kombes Agus Nurpatria (Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri)
  4. AKBP Arif Rahman Arifin (Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri)
  5. Kompol Baiquni Wibowo (personel Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri)
  6. Kompol Cuk Putranto (personel Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri)
  7. AKP Irfan Widyanto (Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri)

Secara terpisah, Kejagung juga telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk enam tersangka selain Ferdy Sambo.

Dalam SPDP tersebut, para tersangka diduga melanggar Pasal 49 Juncto (jo.) Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.

(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com