PENGGUNAAN ruang udara dalam kaitannya dengan keamanan nasional sangat menarik dibahas, terutama terkait kemajuan teknologi belakangan ini.
Ruang udara sudah sejak jaman Romawi kuno telah mengundang perhatian besar dalam aspek pengelolaan dan penguasaannya.
Professor Priyatna Abdurrasyid dalam bukunya 'Prinsip-prinsip Hukum Udara' menulis tentang hal tersebut di era Romawi kuno yang dikenal dengan 'Cujus est Solum, Ejus est Usque Coelum'.
Arti dari kalimat tersebut lebih kurang adalah 'Barang siapa memiliki tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam dan juga ruang yang berada di atasnya tanpa batas (ad infinitum/up to the sky)'.
Hukum Romawi tersebut ternyata sudah mulai berbicara tentang penolakan terhadap konsep yang belakangan ini dikenal sebagai 'Open Sky'.
Pada intinya adalah bahwa penggunaan ruang udara amat sangat berhubungan langsung dengan masalah keamanan bagi sang pemilik tanah dalam hal ini masalah security.
Berikutnya pada 1784, polisi Perancis sudah mengeluarkan larangan untuk menerbangkan balon ke udara yang dilakukan oleh Montgolfier tanpa mengurus izin terlebih dahulu.
Aturan itu dikeluarkan demi keselamatan penduduk dan fasilitas umum di kawasan “percobaan” menerbangkan balon.
In France, a police directive was issued on 23 April 1784 aimed directly and exclusively at the balloons of the Montgolfier Brothers, flights were not to take place without prior authorisation. The purpose of this measure was of course to protect the population. (dikutip dari buku Introduction to Air Law Prof . Pablo Mendes de Leon).
Pada gambar yang lebih luas, maka sebenarnya ruang udara atau wilayah udara sebuah negara merupakan salah satu titik rawan bagi keamanan nasional.
Mengenai hal ini, Prof.Dr.E. Saefullah Wiradipradja menggaris bawahi tentang Wilayah Udara Negara. Dalam salah satu makalahnya beliau menyatakan bahwa:
“The Status of air territory has now been regulated by international law and every State has sovereignty over the air space (Chicago Convention, 1944). The problem of State sovereignty over the air space arose as the effect of the technological aspect of aviation and especially at the time of war which launched projectiles and explosives from balloons or other methods of a similar nature over the air space of another States."
Dalam perkembangan selanjutnya pada 1919 dikenal tentang Paris Convention yang berbicara antara lain mengenai pentingnya kedaulatan negara di udara.
Seperti diketahui maka persetujuan tentang hak kedaulatan negara di udara dikukuhkan dengan lebih jelas lagi pada Konvensi Chicago 1944.
Kedaulatan negara di udara disebut dengan jelas dalam konvensi Chicago sebagai Komplet dan eksklusif.