Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Penggunaan Ruang Udara untuk Keamanan Nasional

Kompas.com - 31/08/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGGUNAAN ruang udara dalam kaitannya dengan keamanan nasional sangat menarik dibahas, terutama terkait kemajuan teknologi belakangan ini.

Ruang udara sudah sejak jaman Romawi kuno telah mengundang perhatian besar dalam aspek pengelolaan dan penguasaannya.

Professor Priyatna Abdurrasyid dalam bukunya 'Prinsip-prinsip Hukum Udara' menulis tentang hal tersebut di era Romawi kuno yang dikenal dengan 'Cujus est Solum, Ejus est Usque Coelum'.

Arti dari kalimat tersebut lebih kurang adalah 'Barang siapa memiliki tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam dan juga ruang yang berada di atasnya tanpa batas (ad infinitum/up to the sky)'.

Hukum Romawi tersebut ternyata sudah mulai berbicara tentang penolakan terhadap konsep yang belakangan ini dikenal sebagai 'Open Sky'.

Pada intinya adalah bahwa penggunaan ruang udara amat sangat berhubungan langsung dengan masalah keamanan bagi sang pemilik tanah dalam hal ini masalah security.

Berikutnya pada 1784, polisi Perancis sudah mengeluarkan larangan untuk menerbangkan balon ke udara yang dilakukan oleh Montgolfier tanpa mengurus izin terlebih dahulu.

Aturan itu dikeluarkan demi keselamatan penduduk dan fasilitas umum di kawasan “percobaan” menerbangkan balon.

In France, a police directive was issued on 23 April 1784 aimed directly and exclusively at the balloons of the Montgolfier Brothers, flights were not to take place without prior authorisation. The purpose of this measure was of course to protect the population. (dikutip dari buku Introduction to Air Law Prof . Pablo Mendes de Leon).

Pada gambar yang lebih luas, maka sebenarnya ruang udara atau wilayah udara sebuah negara merupakan salah satu titik rawan bagi keamanan nasional.

Mengenai hal ini, Prof.Dr.E. Saefullah Wiradipradja menggaris bawahi tentang Wilayah Udara Negara. Dalam salah satu makalahnya beliau menyatakan bahwa:

The Status of air territory has now been regulated by international law and every State has sovereignty over the air space (Chicago Convention, 1944). The problem of State sovereignty over the air space arose as the effect of the technological aspect of aviation and especially at the time of war which launched projectiles and explosives from balloons or other methods of a similar nature over the air space of another States."

Latar belakang militer

Dalam perkembangan selanjutnya pada 1919 dikenal tentang Paris Convention yang berbicara antara lain mengenai pentingnya kedaulatan negara di udara.

Seperti diketahui maka persetujuan tentang hak kedaulatan negara di udara dikukuhkan dengan lebih jelas lagi pada Konvensi Chicago 1944.

Kedaulatan negara di udara disebut dengan jelas dalam konvensi Chicago sebagai Komplet dan eksklusif.

Kesepakatan mengenai kedaulatan negara di udara sejak konvensi Paris 1919 sampai dengan Konvensi Chicago 1944 sangat jelas menggambarkan latar belakang kepentingan militer dalam hal ini melekat kepada Keamanan Nasional atau National Security.

Mudah sekali dimengerti kedua konvensi tersebut amat sangat diwarnai oleh gejolak perang dunia yang melanda ketika itu.

Perang Dunia pertama berlangsung pada 1914 sampai dengan 1918 dan perang dunia kedua terjadi pada 1939 sampai dengan 1945.

Studi kasus

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penggunaan ruang udara terkait dengan keamanan nasional, kita dapat melihat pada beberapa peristiwa penting dalam catatan sejarah.

Tahun 1941 terjadi serangan mendadak Armada Udara Angkatan Laut Kerajaan Jepang terhadap kedudukan pangkalan armada laut Amerika Serikat di Pearl Harbor.

Amerika Serikat tidak pernah menduga serangan itu akan terjadi. Ketika itu selain tidak ada pernyataan perang oleh Jepang, Amerika Serikat masih berhubungan diplomatik yang normal dengan negara Jepang.

Di sisi lain pada tahun 1941 teknologi penerbangan belum mencapai kemampuan dalam memproduksi pesawat terbang yang dapat menempuh jarak dari Jepang ke Hawai.

Di sini Jepang menggunakan ruang udara wilayah kedaulatan Amerika di Hawai untuk menyerang kedudukan armada laut AS di Pearl Harbor.

Pesawat terbang Jepang berangkat dari Kapal Induk yang sudah mendekat posisinya ke Pearl Harbor.

Berikutnya adalah pada tahun 1945, Divisi Udara Angkatan Darat Amerika Serikat berhasil dengan mudah menjatuhkan bom atom pertama dalam sejarah di Hiroshima dan Nagasaki.

Persoalan yang sangat sederhana, karena Jepang tidak memiliki kekuatan pertahanan udara yang cukup untuk dapat mencegah serangan udara dari pihak musuh terhadap wilayah teritorialnya.

Sekali lagi ruang udara kedaulatan Jepang digunakan Amerika Serikat untuk menaklukkan Jepang. Setelah Bom Atom meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki, maka Jepang menyerah terhadap sekutu.

Paling mutakhir dan mungkin yang paling dramatis adalah tragedi serangan 11 September di tahun 2001.

Teroris berhasil menyerang beberapa kedudukan strategis Amerika Serikat di dan dari dalam negerinya sendiri.

Menara Kembar World Trade Center di New York City kebanggaan bangsa Amerika berhasil diruntuhkan.

Tim Nasional Investigasi yang dibentuk menyebut jumlah korban jiwa yang mencapai lebih dari 3000 orang. Hal ini membuat catatan khusus sebagai korban terbanyak yang jatuh akibat dari serangan teroris.

Ketiga peristiwa tersebut adalah contoh nyata dari bagaimana pentingnya ruang udara kedaulatan sebuah negara dalam perspektif keamanan nasional.

Kemajuan teknologi persenjataan

Pearl Harbor, Hiroshima dan Nagasaki serta serangan 11 September secara langsung memicu upaya banyak pihak dalam meningkatkan teknologi penerbangan terutama dan sekaligus teknologi persenjataan perang.

Kemajuan teknologi di bidang penerbangan terutama yang terkait dengan peralatan perang maju dengan sangat pesat.

Belakangan ini sudah banyak sekali produksi pesawat terbang tanpa awak atau Drone dengan kemampuan yang fantastis.

Dunia Cyber telah menjadi domain ke lima setelah daratan, perairan, udara dan ruang angkasa.

Dunia Cyber ditandai dengan perkembangan persenjataan ampuh yang autonomous sifatnya, dilengkapi dengan kemampuan Artificial Intelligence.

Penggunaan kawasan angkasa luar untuk menjadi basis komando dan pengendalian dengan sarana satelit telah berkembang pesat.

Kesemua itu telah menyebabkan negara-negara besar membentuk Angkatan Baru yang Bernama Angkatan Luar Angkasa atau Space Force.

Amerika, misalnya, telah membentuk US Space Force sebagai pengembangan dari US Air Force pada 2019 yang lalu.

Demikianlah penggunaan ruang udara kedaulatan sebuah negara sangat jelas memilki arti penting dan strategis terutama dalam hal Kemanan Nasional atau National Security.

Tidak ada alasan atau dalih sekecil apapun untuk menyerahkan atau mendelegasikan pengelolaan wilayah udara kedaulatan negara kepada negara lain.

Sejarah sudah memiliki catatan penting sejak jaman Romawi Kuno sampai dengan tragedi serangan 11 September yang memberikan pelajaran penting bagi kita semua tentang rawannya ruang udara kedaulatan negara dalam aspek Keamanan Nasional.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com