Puncak kulminasi over capacity terjadi pada Januari 2014, saat muntahan over capacity penerbangan di Cengkareng terpaksa dipindahkan ke Halim.
Pemindahan ini disebut dengan terminologi yang agak puitis, yaitu Optimalisasi Bandara Halim Perdanakusuma.
Celakanya, pada titik ini ternyata bukan muntahan saja yang dipindahkan, tetapi lebih dari muntahan, karena ternyata peminat dari pengguna jasa angkutan udara lebih memilih berangkat dan datang dari Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma.
Halim yang lokasinya lebih dekat ke pusat kota Jakarta ternyata dilihat banyak maskapai penerbangan memiliki nilai jual lebih aduhai dibanding SHIA di Cengkareng.
Maka dimanfaatkanlah adegan Optimalisasi Bandara Halim yang semula hanya akan digunakan sekadar menampung muntahan kelebihan traffic untuk juga menggelar rute baru terutama jalur gemuk penerbangan domestik yang “basah”.
Momen inilah yang menjadi titik awal berikutnya atau tahapan gelombang ke 2 menuju lebih “ribet” dan semrawutnya pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma.
Dengan demikian, maka titik awal ribet tahun 1985 dan titik kedua keribetan tahun 2014 itulah yang menghasilkan apa yang kita hadapi sekarang pada tahun 2022 sebagai sebuah kegaduhan berjudul Sengketa Lanud Halim.
Sengketa Lanud Halim lahir dari rahim perkembangan operasional penerbangan sipil komersial di lahan Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma.
Penyelenggaraan operasi penerbangan sipil komersial di Halim berdampak kepada munculnya potensi atau peluang meraih keuntungan finansial tanpa memerlukan banyak modal atau investasi.
Sebuah kesempatan atau peluang yang amat sangat wajar mengundang banyak pihak terutama para businessman dari berbagai kalangan (BUMN maupun BUMS – Badan Usaha Milik Sendiri) untuk terjun memperebutkannya.
Hasil akhir dari adegan rebutan peluang empuk yang terjadi tahun 2022 ini adalah sebuah balada bertajuk Sengketa Lanud Halim.
Sementara dalam kurun waktu sepanjang episode kiprah penerbangan sipil komersial di Halim, tidak ada satu pihak pun yang memikirkan tentang betapa banyaknya kerugian yang diderita Angkatan Udara dari kesemua itu.
Kerugian yang sebenarnya beririsan langsung kepada pelaksanaan tugas negara dalam melaksanakan misi pertahanan keamanan khususnya pada bidang mekanisme kerja dari sistem pertahanan udara nasional.
Sebuah domain yang sangat tidak menarik, karena sama sekali tidak menjanjikan keuntungan langsung secara finansial.
Sebuah domain yang layak diabaikan saja, karena negara terasa berada dalam keadaan aman dan damai.
Sebuah sikap yang populer dan sering disebut dengan jargon anak-anak pinggir jalan bahwasanya “Belanda Masih Jauh”, ngapain sibuk dengan urusan pertahanan keamanan negara.
Salah satu saja dari sekian banyak kerugian (antara lain terhambatnya pelaksanaan Operasi dan Latihan penerbangan) yang diderita Pangkalan Angkatan Udara Halim adalah, sejak Januari 2022 Lanud Halim terpaksa ditutup berbulan-bulan lamanya hanya untuk perbaikan Runway.
Dari sejak awal seharusnya diketahui Halim tidak didisain untuk melayani operasi penerbanan sipil komersial yang demikian padat traffic-nya dan demikian berat bobot pesawat terbang yang digunakan nyaris 24 jam.
Lanud Halim yang tidak memiliki Taxiway menyebabkan pesawat terbang sipil komersial di Halim harus menggunakan Runway sekaligus juga sebagai Taxiway.
Dengan mudah dapat diduga bahwa Runway Halim menjadi jebol hanya dalam beberapa waktu saja.
Itu adalah akibat logis dari penggunaan Lanud Halim sebagai basis pengelolaan penerbangan sipil komersial yang tidak berlandas kepada perencanaan dan persiapan serta koordinasi yang “kurang matang”.
Pengelolaan penerbangan nasional
Pada tingkat nasional hal yang tidak dapat dihindari dalam pengelolaan operasi penerbangan adalah terjadinya friksi antara kepentingan operasional penerbangan sipil dan operasi penerbangan militer.
Penerbangan nasional pada dasarnya mencakup kepentingan negara dalam aspek kesejahteraan rakyat sekaligus aspek pertahanan keamanan atau National Security.
Tragedi 9/11 yang terjadi pada tahun 2001 di Amerika Serikat adalah sebuah contoh nyata. Contoh dari bagaimana kepentingan Aviation Safety yang cenderung menomor dua kan aspek Aviation National Security telah menghasilkan tragedi yang memakan ribuan nyawa tidak berdosa dari berbagai kebangsaan dan kerugian materi miliaran dolar.
Menara Kembar di NewYork luluh lantak diserang teroris yang datang dan berasal dari operasional penerbangan sipil komersial rute domestik.