JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute Hendardi menilai, penetapan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bentuk penegakkan hukum.
Adapun Brigadir J diduga tewas akibat ditembak oleh Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E atas perintah Ferdy Sambo di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli lalu.
Menurut dia, proses hukum yang dilakukan tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menangani kasus yang menjerat mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) itu juga menunjukkan penegakkan hukum dilakukan oleh Polri tak pandang buru.
"Secara umum penetapan status tersangka untuk FS (Ferdy Sambo) serta beberapa personel lain dan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh tim khusus bentukan Kapolri bisa dikatakan telah mengesankan menegakkan hukum yang lebih tegas dan tidak pandang bulu di dalam Polri," ujar Hendardi, melalui keterangan tertulis, Selasa (16/8/2022).
Baca juga: Komnas Perempuan Masih Dalami Dugaan Kekerasan Seksual terhadap Istri Ferdy Sambo
Kendati begitu, kata Hendardi, penerapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personel yang terlibat menangani kasus dugaan pembunuhan ini juga mesti dilakukan secara adil, akuntabel, dan terbuka, baik itu terhadap personel dari Polres Metro Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, maupun Mabes Polri itu sendiri.
Menurut dia, keterbukaan itu menjadi penting untuk memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap anggota Polri.
"Untuk anggota yang diduga melanggar etik tentu dapat dijerat pidana apabila dapat dibuktikan yang bersangkutan memang terkait langsung dengan peristiwa pidananya atau turut serta membantu tindak pidana," papar Hendardi.
Di sisi lain, aktivis HAM ini berpendapat, penerapan jerat pidana tersebut juga harus dilakukan secara berhati-hati, bertanggung jawab, dan harus cukup terbuka terkait tindak pidana apa yang dilakukan oleh para tersangka tersebut.
Baca juga: Apa Itu PTSD? Indikasi Gangguan Kesehatan Jiwa Istri Ferdy Sambo
Sebab, ia menilai, banyak dari anggota polisi yang sebenarnya hanyalah menjadi korban dari skenario yang diduga dibuat oleh Irjen Ferdy Sambo di awal kasus ini muncul.
"Seyogyanya setiap proses pemeriksaan, baik hukum maupun etik dapat diinfokan secara bertahap dan terbuka untuk menghindari prasangka-prasangka dan menunjukkan proses yang akuntabel," ujar Hendardi.
"Termasuk di dalamnya melibatkan Kompolnas dalam pengawasan proses sesuai kewenangannya sebagaimana bunyi Pasal 9 Ayat g dan f Perpres 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional," ucap dia.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan empat tersangka. Richard Eliezer atau Bharada E ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (3/8/2022). Dia berperan menembak Brigadir J.
Lalu, ajudan istri Sambo, Ricky Rizal atau Bripka RR, menjadi tersangka sejak Minggu (7/8/2022). Dia berperan membantu dan menyaksikan penembakan terhadap Brigadir J.
Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (9/8/2022). Polisi menyebutkan peran Sambo adalah memerintah dan menyusun skenario penembakan.
Baca juga: Dugaan Suap di Pusaran Kasus Ferdy Sambo
Bersamaan dengan penetapan tersangka Sambo, ditetapkan pula KM sebagai tersangka yang berperan membantu dan menyaksikan penembakan terhadap Brigadir J.
Keempatnya disangkakan pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.