Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Pelapor Suharso: Dalil KPK Konservatif dan Tak Dorong Pembaruan Hukum

Kompas.com - 10/08/2022, 16:05 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nizar Dahlan, Rezekinta Sofrizal menilai, KPK memakai dalil konservatif dan tidak mendukung pembaruan hukum.

Rezekinta menyampaikan hal itu menanggapi jawaban KPK yang menyebut bahwa laporan atas Suharso Monoarfa dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang tidak ditindaklanjuti bukanlah lingkup praperadilan.

Dalam laporannya, Nizar menduga Ketua Umum PPP itu menerima gratifikasi dalam bentuk pinjaman pesawat jet pribadi saat melakukan kunjungan ke Aceh dan Medan.

Baca juga: Jawab Gugatan Pelapor Suharso Monoarfa, KPK Singgung Legal Standing

"Dalam Jawaban yang pada pokoknya mendalilkan bahwa permohonan praperadilan pemohon bukan lingkup praperadilan adalah dalil-dalil yang normatif konservatif yang tidak mendukung dan mendorong pembaharuan hukum di Indonesia yang sangat ketinggalan dari perkembangan masyarakat yang sangat amat pesat," kata Rezekinta dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (10/8/2022).

"Harusnya termohon sebagai lembaga super body dalam pemberantasan korupsi mendukung dan membuka akses seluas-luasnya peran serta dan partisipasi masyarakat dan ikut aktif dalam pemberantasan korupsi di mana korupsi saat ini semakin mengganas dan meluas," ucapnya.

Baca juga: Hadapi Praperadilan Nizar Dahlan, KPK Tegaskan Telah Tindak Lanjuti Laporan terhadap Suharso Monoarfa

Adapun Pasal 1 angka 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

Kemudian, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan dan permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Selain itu, yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP di antaranya adalah Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Baca juga: Praperadilan Terkait Laporan Dugaan Korupsi Suharso Monoarfa di PN Jaksel Ditunda

Akan tetapi, menurut Rezekinta, hukum acara pidana saat ini telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat besar dan penting yang dapat meminimalisir perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.

Dia menilai, dalam perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia.

"Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia," papar Rezekinta.

Baca juga: Ketum Dilaporkan ke KPK, PPP Buka Alasan Harta Suharso Monoarfa Meroket

"Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai atau values yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang," ucapnya.

Dalam persidangan sebelumnya, Tim Biro Hukum KPK menilai bahwa aduan dugaan korupsi yang menjadi dalil gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan oleh politikus PPP itu bukanlah objek praperadilan.

Menurut KPK, laporan dugaan korupsi tidak masuk dalam objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Kitab KUHAP ataupun putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bahwa tidak dilanjutinya laporan pemohon oleh termohon tentang dugaan tindak pidana korupsi bukan merupakan salah satu objek praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP maupun putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Tim Biro Hukum KPK Muhammed Hafez, Selasa (9/8/2022).

Baca juga: PPP Buka Suara soal Suharso Monoarfa yang Dilaporkan ke KPK karena Diduga Terima Gratifikasi

Adapun dalam petitum yang termuat dalam perkara nomor 60/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel itu, Nizar meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan mengabulkan seluruh permohonannya.

Nizar meminta KPK menerbitkan surat perintah penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi yang dilakukan Suharso Monoarfa sebagai tersangka sebagaimana diatur Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam petitum itu, KPK juga diminta segera menetapkan Suharso Monoarfa sebagai tersangka dugaan gratifikasi.

Baca juga: Suharso Monoarfa Dilaporkan ke KPK, Diduga Terima Gratifikasi

Hakim PN Jakarta Selatan juga diminta menghukum KPK sebagai termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

“Atau apabila Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),” tulis petitum tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com