JAKARTA, KOMPAS.com - Perlahan-lahan modus para tersangka untuk memotong uang sumbangan yang diterima Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sejak berdiri pada 2005 sampai 2020 dibongkar oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Sebelumnya penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri juga mengungkap soal dugaan penyelewengan dana dari ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh ACT.
Uang para ahli waris korban yang diduga diselewengkan itu sebesar Rp 34 miliar, dari total Rp 137 miliar yang diberikan Boeing.
Dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, pada 29 Juli 2022, Kepala Biro Penerangan Masyatakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan membongkar tentang bagaimana cara ACT memotong uang sumbangan hingga Rp 450 miliar, dalam kurun 2005 sampai 2020.
Menurut Ramadhan, uang sumbangan yang dikumpulkan oleh ACT dalam waktu 15 tahun itu jumlahnya mencapai Rp 2 triliun.
Baca juga: Penahanan 4 Tersangka ACT dan Dugaan Hilangkan Barang Bukti
Dalih para tersangka, kata Ramadhan, uang sebesar Rp 450 miliar itu digunakan untuk operasional ACT.
"Dengan alasan operasional, di mana sumber anggaran operasional didapat dari pemotongan yang dilakukan oleh pengurus yayasan," ujar Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan, ACT menerapkan sistem pemotongan donasi 20-30 persen mulai 2015.
Sedangkan pada 2015 sampai 2019, ACT memotong dana donasi sebesar 20-30 persen.
Kemudian, sejak 2020 hingga tahun ini, ACT memotong uang donasi sekitar 30 persen.
"Pada tahun 2015 sampai 2019 dasar yang dipakai oleh yayasan untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina ACT dengan pemotong berkisar 20-30 persen," ujarnya.
Baca juga: Terus Didalami, Dugaan Penyelewengan Donasi ACT Bisa Bertambah
Uang sumbangan yang disunat untuk operasional oleh ACT itu di antaranya diduga masuk ke kantong para tersangka dalam bentuk gaji.
Bahkan, gaji para tersangka tergolong fantastis, yakni puluhan hingga ratusan juta.
Sampai saat ini Bareskrim Polri menetapkan 4 tersangka terkait kasus itu.
Mereka adalah Ahyudin selaku pendiri sekaligus Presiden ACT tahun 2005-2019, yang saat ini menjabat Ketua Pembina ACT.
Lalu, Ibnu Khajar selaku Presiden ACT sejak 2019-saat ini.
Baca juga: Polri Tahan 4 Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT
Kemudian Hariyana Hermain selaku Pengawas ACT tahun 2019 yang saat ini menjadi anggota Pembina ACT, serta anggota Pembina ACT tahun 2019–2021 dan Ketua Pembina ACT saat ini, Novariadi Imam Akbari.
Mereka dijerat Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Baca juga: Pemprov DKI Masih Periksa Izin Lembaga ACT, Berharap Ada Titik Terang
Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan TPPU jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Keempat tersangka itu kini ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.
(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Krisiandi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.