Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Suara Parpol KIB soal Capres, Dibahas dengan Kesetaraan

Kompas.com - 30/07/2022, 09:20 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

Nilai tawar parpol setara

Nurul mengungkapkan, meski perolehan suara Partai Golkar dalam Pemilu 2019 unggul ketimbang dua mitranya di KIB, hal itu tak lantas membuat tiket pencapresan menjadi milik partai berlambang Beringin tersebut.

Ia menegaskan, semua hal menyangkut koalisi bakal didiskusikan bersama dengan PAN dan PKB, termasuk soal pencapresan. Menurutnya, kedudukan ketiga parpol setara.

“Prinsipnya kolektif kolegial. Semua akan dibicarakan dan diputuskan bersama,” kata dia.

Baca juga: Soal Capres KIB, Waketum Golkar: Prinsipnya Kolektif Kolegial

Bahkan, Nurul menghormati rencana PAN dan PPP untuk mengadakan rakernas guna mencari figur capresnya masing-masing.

Hal serupa disampaikan Eddy, ia berpandangan semua parpol dalam KIB punya nilai tawar yang sama.

Baca juga: PPP Ungkap Ada Partai Non-Parlemen Mau Gabung dengan KIB

Maka pengusungan capres-cawapres KIB bakal didiskusikan bersama dalam koalisi.

Nantinya nama dari masing-masing parpol akan digodok untuk menentukan siapa figur yang cocok mengisi kandidat capres dan cawapres.

“Kita akan membahas untuk mencari konsensus di antara teman-teman koalisi, siapa yang paling layak diusung oleh Koalisi Indonesia Bersatu sebagai capres dan cawapres,” tandas dia.

Figur yang dipilih

Dihubungi terpisah Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai arah KIB adalah mengusung figur yang bisa melanjutkan kerja-kerja Presiden Joko Widodo.

Dalam pandangannya, hal itu bisa diterjemahkan dengan sosok yang turut serta menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju.

Firman mengatakan, Partai Golkar dan PAN cenderung menyetujui figur tersebut yang bakal diusung menjadi capres-cawapres KIB. Tapi situasi yang berbeda justru terjadi di internal PPP.

Baca juga: Soal Keputusan Terkait Capres KIB, Waketum Golkar: Bisa Besok atau Pekan Depan

Sebab, keinginan suara akar rumput PPP pernah berbeda dengan suara elitenya sendiri. Peristiwa itu terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017.

“Seperti kasus (Pilkada) DKI itu DPP (PPP) penginnya Ahok, tapi kalau kita lihat suara PPP di Jakarta bukan ke Ahok. Artinya masih berproses PPP, kalau tidak hati-hati risiko seperti Pilkada DKI akan terjadi,” jelas dia.

Firman menururkan, PPP masih punya pekerjaan rumah ketimbang Partai Golkar dan PAN, yakni memastikan soliditas di internalnya sendiri.

“Kalau PPP mau survive tidak boleh terlalu jauh dengan akar rumput. Sehingga pertimbangan-pertimbangan di PPP lebih kompleks,” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com