Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Hakim Tolak Praperadilan Mardani Maming

Kompas.com - 27/07/2022, 16:03 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal praperadilan Hendra Utama Sutardodo menolak gugatan praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Besar Nahdlatul (PBNU) itu mengajukan praperadilan lantaran ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2011.

Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat, petitum yang diajukan oleh pihak Mardani Maming prematur, tidak jelas, dan kabur.

Baca juga: Hakim Tolak Praperadilan Mardani Maming

"Mengingat perkara masih dalam tahap penyidikan, proses penyidikan masih berlanjut hingga putusan ini dibacakan dengan memeriksa sejumlah saksi, maka permohonan adalah prematur," ujar hakim Hendra dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).

"Petitum yang diajukan oleh pemohon adalah prematur, tidak jelas, dan kabur. Oleh karena itu, harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” terangnya.

Hendra pun menjelaskan terkait kewenangan hakim sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 10 Jo Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca juga: PBNU Yakin Mardani Maming Akan Mundur dari Posisi Bendahara Umum

Pada pokoknya, hakim berwenang memeriksa sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka.

Menurut hakim, keberatan pemohon yang menyatakan kasus yang diajukan dalam praperadilan merupakan transaksi bisnis dan bukan tindak pidana korupsi telah masuk ke dalam pokok perkara yang harus diperiksa oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Tidak tepat dan tidak beralasan hukum apabila hakim tunggal dalam perkara a quo memeriksa perkara yang telah masuk ke dalam pokok perkara," jelas hakim.

Baca juga: PBNU Minta Mardani Maming Menyerahkan Diri ke KPK

"Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap hakim membacakan putusan.

Isi petitum Maming

Adapun praperadilan nomor perkara 55/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL dengan klasifikasi sah atau tidaknya penetapan tersangka diajukan Maming pada Senin, 27 Juni 2022.

Dalam petitumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Kalimantan Timur itu meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan untuk menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukannya untuk seluruhnya.

Baca juga: KPK Pertanyakan Surat Mardani Maming soal Permohonan Penundaan Pemeriksaan

Maming meminta hakim menyatakan bahwa KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Sprin.Lidik-29/Lid.01.00/01/03/2022, tertanggal 8 Maret 2022.

"Menyatakan termohon tidak berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022," tulis petitum tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com