Kendati begitu, Arief mempersilakan para pemohon untuk kembali mengajukan permohonan dengan dilengkapi oleh tanda tangan yang asli.
"Anda itu berhadapan dengan lembaga negara. Mahkamah Konstitusi itu lembaga negara. Anda memalsukan tanda tangan, ini perbuatan yang tidak bisa ditolerir. Itu sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh mahasiswa fakultas hukum karena itu merupakan pelanggaran hukum," tegas Arief.
Baca juga: 6 Permohonan Uji Materi UU IKN Tak Diterima MK, Begini Kata Pemerintah
“Kalau Saudara akan mengajukan permohonan kembali, silakan mengajukan permohonan dengan tanda tangan yang asli, atau yang memalsukan dan yang dipalsukan kita urus ke kepolisian. Bagaimana? Yang Saudara mau?," ujar dia.
Para pemohon pun menyatakan siap mencabut permohonan. Selanjutnya Panel Hakim meminta para pemohon secara resmi mencabut permohonan di depan persidangan dan mengajukan surat resmi untuk mencabut permohonan.
“Baik, Yang Mulia. Maka dengan ini, kami mohon maaf atas kesalahan kami dan kelalaian kami. Kami akan mencabut permohonan kami. Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 pada Rabu 13 Juli 2022,” tandas Hurriyah selaku juru bicara para Pemohon.
Pemohon uji materi UU IKN
Adapun dalam uji materiil UU IKN ini para termohon terdiri dari M. Yuhiqqul Haqqa Gunadi (pemohon I), Hurriyah Ainaa Mardiyah (pemohon II), Ackas Depry Aryando (pemohon III), Rafi Muhammad (pemohon IV), Dea Karisna (pemohon V) dan Nanda Trisua Hardianto (pemohon VI).
Mereka selaku mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Lampung mendalilkan sebagian frasa dan kata dalam Pasal 5 Ayat (4), Pasal 9 Ayat (1), dan Pasal 13 Ayat (1) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: 6 Permohonan Uji Materi UU IKN Tak Diterima MK, Begini Kata Pemerintah
Menurut para pemohon, Pasal-pasal tersebut telah menciderai demokrasi dan tidak menghargai reformasi sebagai sejarah bangsa, menimbulkan kerugian nyata bagi para Pemohon khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang pada dasarnya memiliki hak politik, hak ikut serta dalam pemerintahan dan hak untuk memilih/dipilih.
Para pemohon menilai, penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan partisipasi rakyat dalam pengambilan kebijakan dan pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat dan kepala daerah secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil.
Hal itu sebagaimana asas demokrasi menjamin semua warga negara memiliki hak yang setara untuk menentukan keputusan yang diambil dalam pengambilan keputusan untuk keberlangsungan hidup masing-masing warga negara.
Baca juga: 6 Permohonan Uji Materi UU IKN Tak Diterima MK, Dianggap Cacat Formil
Para pemohon beranggapan, masyarakat atau warga negara secara bebas harus dapat menentukan sendiri pilihan mereka terhadap wakil rakyat dan kepala daerah yang akan memimpin mereka dan berpartisipasi aktif baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan atas pengambilan kebijakan pemerintah.
Dengan adanya Pasal 9 Ayat (1) dalam UU IKN, hal tersebut mematikan asas demokrasi rakyat untuk berpartisipasi langsung dalam memilih kepala daerahnya sendiri yang kemudian bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (3) UUD 1945.
Untuk itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan keberlakuan Pasal-pasal tersebut dan menyatakan Pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.