Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Samad Desak KPK Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli

Kompas.com - 11/07/2022, 17:14 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mendesak KPK mengusut dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili Pintauli Siregar.

Adapun Lili resmi berhenti dari jabatan Komisioner KPK setelah pengunduran dirinya disetujui Presiden Joko Widodo melalui keputusan presiden (Keppres) Nomor 71/P/2022.

“Lembaga KPK harus berinisiatif melakukan pemeriksaan pemeriksaan pelanggaran pidana (Lili), atau kalau tidak menyerahkan (penanganan) pelanggaran pidananya pada aparat penegak hukum lain,” tutur Abraham pada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Ia menjelaskan, dugaan tindak pidana itu terkandung dalam dugaan pelanggaran kode etik yang sedianya dipersidangkan hari ini oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Dugaan Pelanggaran pidananya apa? Ya penerimaan gratifikasi itu,” sebutnya.

Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menjawab pertanyaan wartawan saat dialog bersama Jurnalis Yogyakarta di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (15/4). Dalam dialog tersebut Abraham Samad membahas berbagai permasalahan pengelolaan sumber daya di Indonesia serta arah bangsa Indonesia kedepan. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menjawab pertanyaan wartawan saat dialog bersama Jurnalis Yogyakarta di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (15/4). Dalam dialog tersebut Abraham Samad membahas berbagai permasalahan pengelolaan sumber daya di Indonesia serta arah bangsa Indonesia kedepan.
Sebelumnya Lili diduga melakukan pelanggaran kode etik karena diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel dan tiket gelaran MotoGP Mandalika dari Pertamina.

Baca juga: Novel Baswedan Dorong Dewas KPK Laporkan Lili Pintauli ke Penegak Hukum

Dalam pandangan Abraham, sebagai pertanggungjawaban pada publik KPK harus mengusut tuntas dugaan tindak pidana itu.

Jika langkah itu tak dilakukan, lanjut dia, publik mengira KPK justru berupaya untuk melindungi Lili.

“KPK dianggap menyembunyikan sesuatu, membela apa yang terjadi pada komisionernya. Kalau diperiksa kan (bisa) terungkap, di persidangan juga terungkap. Kalau dia (Lili) mundur (kasusnya) berhenti, ini tidak terungkap,” tandasnya.

Baca juga: Lili Pintauli Mundur dari Komisioner KPK, Abraham Samad: Dugaan Pidananya Harus Dilanjutkan

Diketahui Lili pernah dinyatakan melanggar etik berat karena terbukti berhubungan dengan pihak beperkara yaitu mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Dewas KPK menyatakan Lili terbukti melanggar Pasal 4 Ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.

Ia lantas dijatuhi sanski pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com