Saat itu, kata dia, Megawati bergerak ke rakyat meski di bawah intaian mata-mata rezim.
"Layaknya tower telepon, apa yang dilakukan Bu Mega dengan keliling Indonesia melantik koordinator kecamatan, bagaikan memasang banyak tower signal. Hampir di seluruh Indonesia. Sehingga akhirnya di 1999 menjadi parpol pemenang pemilu,” terang Hasto.
Atas hal itu, Hasto menilai bahwa berpolitik adalah bergerak ke rakyat dan bukan ke elite.
Oleh karena itu, kader PDI-P harus mencari ide-ide baru untuk menembus batasan dengan semakin dekat pada rakyat.
“Idea over opinion. Itu yang pertama,” kata dia.
Kedua, lanjut Hasto, adalah imajinasi yang inheren dengan kepentingan partai.
Ketiga yaitu soal spirit atau semangat juang. Menurut dia, guna mencapai ide dan imajinasi itu, harus dengan semangat juang untuk mencapai tahapan-tahapan yang dilewati.
“Spirit akan melahirkan tekad yang akan melahirkan tindakan strategis. Tanpa Anda sadari, kalau itu Anda lakukan, maka Anda akan mencapainya,” ujar dia.
Baca juga: Tito Karnavian Kenang Perjumpaan Terakhir dengan Tjahjo Kumolo di Sidang Kabinet
Di sisi lain, Hasto juga meminta kader PDI-P memahami kondisi masyarakat Sumbar dengan tradisi Islam yang begitu kuat.
Menurut dia, hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan bergerak ke bawah dan menyelami kehidupan rakyat.
"Ketika semua dilakukan dengan niat baik, maka rakyat pasti akan menerima kita. Dengan pergerakan seperti itu, Partai meyakini bisa memenangkan pemilu tiga kali berturut-turut. Kekuatan kita kalau disatukan akan menjadi kekuatan dashyat," pungkas Hasto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.