David menolak pemahaman tersebut. "Democratic governance comes naturally to humans", katanya.
Demokrasi ditemukan hampir di semua masyarakat awal dari peradaban besar (many early civilisation) yang ada di semua belahan dunia, tidak hanya di era Classical Greek.
Mulai dari ancient Mesopotamia, Buddhist India, the tribal lands of the American Great Lakes, pre-conquest Mesoamerica, era pre-colonial Africa, pernah berlangsung kekuasaan yang dijalankan secara demokratik, tulis David.
Tentu perlu ditambahkan, demokrasi juga ditemukan di Nagari di mana Hatta dibesarkan. Dan berbekal pengalaman itu Hatta terus memperkokoh keyakinan demokrasinya, terutama dengan rajin menimba ilmu dan membawanya ke dalam praktik politik.
Lalu bagaimana dengan Sutan Syahrir? Syahrir adalah figur yang paling muda di antara mereka bertiga dan terbilang yang paling liberal, yang sangat konsen dengan gagasan kedaulatan rakyat.
Syahrir sudah bersama Bung Hatta sejak di Perhimpunan Indonesia di Belanda, saat itu beliau sedang belajar hukum di Leiden. Beliau juga bersama Bung Hatta saat mengasuh jurnal Daulat Ra'jat (didirikan pada tahun 1931).
Pernyataan beliau yang cukup terkenal terkait mengapa beliau lebih cenderung berpikir secara sosialis bisa dijadikan permakluman mengapa sosialisme akrab di kepalanya.
Katanya, "setiap orang Asia yang terpelajar, yang hidup di negeri terbelakang, dan yang memimpikan suatu kemungkinan supaya negerinya memperoleh persamaan yang nyata dengan barat yang kaya dan modern, pada dasarnya akan berpikir secara sosialis".
Jika lacak ke belakang, paham sosialisme yang diusung oleh Syahrir adalah paham yang tetap menghormati kemerdekaan dan kebebasan individu dengan rasionalitas yang dimiliki, namun juga harus peduli pada masalah bersama sebagai makluk sosial.
Dan yang cukup menarik, Syahrir menolak paham sosialisme dalam arti bahwa negara mengurus semua urusan ekonomi rakyat dan meniadakan hak milik pribadi sebagaimana yang dipraktikan sosialisme ala komunis di Rusia ketika itu.
Menurut Syahrir, paham semacam itu hanya akan menempatkan negara sebagai institusi totaliter yang mengurus semua urusan ekonomi rakyat dan bahkan juga berupaya mengontrol apa yang dipikirkan oleh warganya.
Dan satu lagi, Syahrir juga bersikap sangat kritis terhadap feodalisme alias gejala keningratan yang sempat merebak pada era pascakemerdekaan.
Menurut Syahrir, gejala tersebut dapat merongrong cita-cita bangsa Indonesia, terutama terkait prinsip kesetaraan derajat semua elemen bangsa.
Terkait pemerintahan, menurut Syahrir, pemerintah harus menempatkan diri sebagai pihak yang berkewajiban untuk menerjemahkan kesejahteraan rakyat dan memandang dirinya berperan sebagai pelayan rakyat, bukan tuan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.