Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Ahmad Syafii Maarif dan Pesan Tantangan untuk Indonesia: Sebuah Obituari

Kompas.com - 28/05/2022, 12:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam obrolan Kompas.com dan Fitriyan untuk mengonfirmasi unggahannya, kejengkelan tersebut terasa menjadi semakin relevan ketika kita mau makin banyak membaca ulang tulisan-tulisan Syafii Maarif.

Soal ini, rubrik opini harian Kompas kembali menjadi prasasti tentang tantangan Syafii Maarif sebagai guru bangsa yang rasanya tak juga kita jalankan sebagai sebuah bangsa.

Baca juga: Jokowi: Selamat Jalan Sang Guru Bangsa, Buya Syafii Maarif

Setahun terakhir ini saja, tulisan-tulisan Syafii Maarif di halaman 6 harian Kompas semakin dan makin tajam dan dalam. 

Misal, Syafii Maarif menantang nyali kita semua untuk merekonstruksi peristiwa kelam bangsa dengan momentum puncak tragedi pada 30 September 1965.

Tantangan ini kasat mata dan telanjang disampaikannya lewat tulisan berjudul Kesaktian Pancasila dan Kecelakaan Sejarah, yang tayang di harian Kompas edisi 1 Oktober 2021.

"Saya cenderung menyetujui teori sejarawan pemikir Italia, Benedetto Croce (1886-1952), yang mengatakan, sejarah ditulis untuk orang hidup, bukan untuk orang yang sudah mati," tulis beliau mengawali tulisan tersebut.

Sangat mungkin bagi beliau, kutipan itu dirasa perlu menjadi kalimat pembuka justru karena kuat dan dalamnya kesadaran dan pemahaman bahwa bisa jadi keputusan-keputusan dan peristiwa-peristiwa yang berentet terjadi terkait tragedi itu diambil, muncul, dan terjadi dalam situasi yang sulit sekaligus rumit.

Pada hari ini, orang-orang yang terlibat dan terkait langsung dengan peristiwa tersebut sudah berpulang. Bagi Syafii Maarif, sekarang adalah waktu bagi kita sebagai bangsa menguak misteri peristiwa 1965.

Pengungkapan ini bukan untuk jadi kajian apalagi pembenaran atau sebaliknya penyangkalan, melainkan justru sebagai bekal bagi kita sebagai sebuah bangsa dan negara.

"Mengapa kita belum juga bersedia untuk membongkar peristiwa berdarah itu dengan kepala dingin? Bukan untuk memperparah luka lama, melainkan untuk berdamai dengan masa lampau, sekalipun getir, demi rekonsiliasi nasional yang mantap," tulis beliau.

Baca juga: Buya Syafii Berpulang, Menag: Indonesia Kehilangan Guru Bangsa

Syafii Maarif tidak naif untuk menyebut pekerjaan ini mudah. Namun, ini hal yang penting dan perlu sehingga layak menjadi keharusan untuk dilakukan, demi sesuatu yang semestinya adalah penting juga bila kita masih bersepakat menjadi Indonesia.

"Pekerjaan ini jelas tidak mudah. Rintangan politik dan psikologis masih belum hilang, tetapi pasti bisa dilakukan. Bangsa ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama berada dalam kebingungan. Semakin jauh jarak kita dari kejadian itu, semakin menjadi kabur pula lensa sejarah yang terlihat," ungkap Syafii Maarif di tulisan tersebut.

Kita—apa pun alasannya—boleh saja jengah dengan pemosisian Pancasila dalam beberapa tulisan Syafii Maarif sebagai titik fokus. Bersabarlah, baca dulu secara keseluruhan, jangan sontak terpaku pada satu kata dan asumsi kita sendiri.

Baca juga: Langit Mendung Iringi Pemakaman Buya Syafii Maarif di Kulon Progo

Tulisan Lumpuhnya Pancasila, misalnya, sedikit banyak menjawab seberapa dalam pemikiran dan kepedulian Syafii Maarif pada bangunan besar bernama Indonesia ini, sekalipun—sekali lagi—seolah berpusar pada jargon ketika semata dilihat sekilas dari judulnya.

Tangkap layar tulisan opini Ahmad Syafii Maarif di harian Kompas berjudul Lumpuhnya Pancasila, yang tayang pada 31 Mei 2021. ARSIP KOMPAS Tangkap layar tulisan opini Ahmad Syafii Maarif di harian Kompas berjudul Lumpuhnya Pancasila, yang tayang pada 31 Mei 2021.

Yang terjadi, tulisan ini terasa menelanjangi bahkan diri kita sendiri ketika runtut dan pelan-pelan dibaca utuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com