Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MAKI Minta Direktur Gratifikasi KPK Tolak jika Ada Laporan Terkait Gratifikasi Lili Pintauli

Kompas.com - 18/04/2022, 16:24 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak ketika ada laporan gratifikasi terkait penerimaan fasilitas akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Sebab, saat ini Dewan Pengawas (Dewan) tengah melakukan pengumpulan keterangan atas pelaporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli terkait penerimaan gratifikasi tersebut.

"MAKI meminta kepada Direktur Gratifikasi KPK untuk menolak jika ada upaya pihak-pihak tertentu melakukan pelaporan penerimaan fasilitas tersebut sebagai gratifikasi dikarenakan kasusnya telah lebih dahulu dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK," ujar Boyamin kepada Kompas.com, Senin (18/4/2022).

Boyamin mengatakan, penerimaan fasilitas tersebut memiliki batas waktu 30 hari untuk dilaporkan ke KPK sejak peristiwanya terjadi agar tidak menjadi gratifikasi.

Baca juga: IM57+ Sebut Sorotan AS terhadap Kasus Lili Pintauli dan TWK Turunkan Kredibilitas KPK

Menurut dia, seharusnya Lili Pintauli sebagai pimpinan KPK menolak pemberian fasilitas tersebut atau jika tidak dapat menolak, maka sehari kemudian langsung membuat laporan gratifikasi tanpa harus menunggu laporan di Dewas KPK.

"Jika fasilitas tersebut dilaporkan (sebagai) gratifikasi maka LPS (Lili Pintauli Siregar) cukup mengganti sejumlah uang senilai fasilitas yang diterimanya kepada Direktur Gratifikasi KPK," kata Boyamin.

"Sehingga, kasus dinyatakan ditutup dan juga dinyatakan bukan pelanggaran kode etik," ucapnya.

Baca juga: IM57+ Institute Sebut Pelanggaran Kode Etik Pimpinan KPK Tak Bisa Dibiarkan

Di sisi lain, MAKI juga mendorong pihak diduga pemberi fasilitas yakni PT Pertamina Persero untuk memberi keterangan yang jujur.

Maki meminta Pertamina untuk menolak jika terdapat hal-hal yang bertentangan dengan dugaan adanya upaya bujuk rayu atau tekanan untuk mengakui fasilitas tersebut sebagai undangan resmi kepada Pimpinan KPK.

"MAKI meminta kepada Dewas KPK untuk segera menyidangkan perkara dugaan pelanggaran kode etik ini. Berlarut-larutnya perkara ini akan semakin menurunkan wibawa KPK yang ujungnya menghambat kerja-kerja KPK memberantas korupsi," ucap Boyamin.

Dihubungi terpisah, Anggota Dewas KPK menyatakan, tidak ada yang ditutup-tutupi terkait penyelesaian dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Baca juga: Profil Lili Pintauli Siregar, Pimpinan KPK yang Hobi Lakukan Kontroversi

Menurut Syamsuddin, Dewas kini terus mengumpulkan keterangan terkait laporan gratifikasi tersebut kepada sejumlah saksi.

"Tidak ada yang ditutup-tutupi. Saat ini Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh ibu LPS," ujar Syamsuddin kepada Kompas.com, Senin.

Dengan tahap pengumpulan bahan keterangan ini, Dewas mengimbau pihak atau  perusahaan BUMN yang diduga mengetahui untuk kooperatif dan bekerja sama mengungkap dugaan pelanggaran etik tersebut.

"Oleh karena itu, Dewas berharap kepada pihak-pihak terkait, termasuk Pertamina dan anak perusahaannya, bisa bekerja sama dan koperatif, yakni dengan memberikan keterangan secara benar dan jujur mengenai informasi yang mereka ketahui," ucap Syamsuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com