Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran di Balik Revisi UU PPP yang Cantumkan Aturan Metode Omnibus

Kompas.com - 16/04/2022, 09:21 WIB
Ardito Ramadhan,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

"Kalau pemerintah dan DPR mengikuti disenting opinion artinya melawan amar, karena disenting opinion tidak dianggap sebagai bagian dari amar. Artinya ini tidak sah kalau kemudian UU PPP dibentuk dengan mempertimbangkan disenting opinion," ujar Feri.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti pun menyoroti proses pembahasan revisi UU PPP yang berlangsung cepat, yakni kurang dari satu pekan.

Revisi UU PPP mulai dibahas pada 7 April 2022 dan persetujuan tingkat satu diputuskan dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR pada 13 April 2022.

Bivitri pun menilai ada ironi dalam pembahasan revisi UU PPP karena tidak menerapkan partisipasi masyarakat yang bermakna dalam proses pembahasannya.

"Betapa ironisnya, kalau misalnya revisi UU PPP ini diklaim untuk melaksanakan putusan MK Nomor 91 mengenai UU Ciptaker, tapi sebenarnya tidak menerapkan partisipasi bermakna. Sangat ironis," ujar Bivitri.

Dasar hukum omnibus

Sejak awal proses pembahasan, pemerintah mengakui bahwa salah satu tujuan revisi UU PPP adalah memasukkan norma mengenai metode omnibus sebagai dasar perbaikan UU Cipta Kerja.

"Penyelesaian perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini sebagai dasar tentunya untuk perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 7 April 2022.

Pada saat itu, Airlangga berharap, revisi UU PPP dapat diselesaikan tidak terlalu lama karena ada kebutuhan untuk memulihkan ekonomi yang tertekan akibat perkembangan geopolitik global.

Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU PPP, Siap Akomodasi Metode Omnibus Law di UU Cipta Kerja

Dia menyebutkan, dinamika global yang menjadi tantangan pemulihan ekonomi antara lain ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, perubahan iklim, normalisasi kebijakan keuangan, disrupsi rantai pasok, serta inflasi akibat konflik Rusia dan Ukraina.

"Oleh karena itu, terobosan diperlukan untuk mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, salah satunya dengan melakukan perubahan UU PPP dan perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Airlangga.

"Ini menjadi hal penting dilakukan dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan dihiarapkan dapat memperluas lapangan kerja bagi seluruh masyarakat," imbuh dia.

Sementara itu, saat dihubungi pada Senin (11/4/2022) lalu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi menyebutkan, revisi UU PPP tidak semata-mata menjadi dasar perbaikan UU Cipta Kerja, tapi untuk pembentukan UU lainnya di masa datang.

Ia pun mengeklaim, norma hukum yang tertuang dalam revisi UU PPP sesuai dengan kebutuhan hukum dan perkembangan sosial politik yang ada di lapangan.

"Kebutuhan hukum itu tidak hanya hari ini, tapi ke depannya, jadi bukan hari ini saja. Sesuatu yang sebelumnya muncul di hari ini, yang di periode lalu belum muncul kan harus diantisipasi juga persoalan hukumnya," kata dia.

Dalam draf yang disusun oleh Baleg, revisi UU PPP mengatur ketentuan bahwa penyusunan rancangan epraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus.

Dalam draf tersebut juga dijelaskan bahwa metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangn dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan, dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com