Salin Artikel

Kekhawatiran di Balik Revisi UU PPP yang Cantumkan Aturan Metode Omnibus

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang telah dirampungkan oleh DPR dan pemerintah menyisakan sejumlah kekhawatiran di benak masyarakat sipil.

Revisi UU PPP dipandang hanya menjadi alat pemerintah dan DPR untuk melegitimasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja disusun menggunakan metode omnibus, metode yang belum diatur oleh UU PPP yang berlaku saat ini.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi berpendapat, revisi UU PPP merupakan preseden buruk dalam praktik legislasi karena gagal menyasar perbaikan tata kelola regulasi.

"Secara substansi, revisi UU PPP kontraproduktif dengan upaya menyelesaikan permasalahan tata kelola perundang-undangan di Indonesia," ujar Fajri Nursyamsi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/4/2022).

Ia mengungkapkan, pemerintah dan DPR hanya berfokus pada persoalan hiper-regulasi yang terdapat dalam tata kelola regulasi di Indonesia yang dinilai bisa diselesaikan dengan metode omnibus.

Padahal, ia menilai penggunaan metode omnibus tak menyelesaikan masalah hiper-regulasi tersebut.

"Keberadaan Undang-Undang omnibus tidak dapat mencegah kelahiran regulasi baru dalam jumlah banyak. Belasan peraturan turunan lahir sebagai amanat dari UU Cipta Kerja. Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak mengurangi jumlah Undang-Undang, melainkan hanya mengubah sebagian ketentuan dalam 80 undang-undang lainnya," ujar Fajri.

Untuk itu, PHSK pun mendesak DPR untuk tidak menyetujui revisi UU PPP menjadi Undang-Undang di dalam pembicaran tingkat dua pada rapat paripurna masa sidang mendatang.

Selain itu, PSHK juga meminta DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tata kelola pembentukan peraturan perundang-undangan di internal pemerintah.

"PSHK juga meminta pemerintah untuk tidak menjadikan revisi UU PPP sebagai alat untuk melegitimasi UU Cipta Kerja, karena berdasarkan putusan MK, pemerintah seharusnya menyesuaikan UU Cipta Kerja dengan ketentuan dalam UU PPP yang saat ini berlaku dan membahas ulang substansinya," jelas Fajri.

Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari pun berpendapat, revisi UU PPP tidak sejalan dengan amar putusan MK mengenai UU Cipta Kerja.

Ia menuturkan, putusan mengenai UU Cipta Kerja yang tertuang di dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tidak ada yang memerintahkan perbaikan UU PPP.

Sebaliknya, revisi UU PPP justru termuat di dalam dissenting opinion hakim konstitusi.

"Jadi aneh langkah-langkah pemerintah ini kalau dilihat dari putusan MK 91, poin amar putusan MK ini sama sekali tidak ada yang memerintahkan perbaikan UU PPP. Yang ada perbaikan UU Cipta Kerja," ujar Feri.

"Kalau pemerintah dan DPR mengikuti disenting opinion artinya melawan amar, karena disenting opinion tidak dianggap sebagai bagian dari amar. Artinya ini tidak sah kalau kemudian UU PPP dibentuk dengan mempertimbangkan disenting opinion," ujar Feri.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti pun menyoroti proses pembahasan revisi UU PPP yang berlangsung cepat, yakni kurang dari satu pekan.

Revisi UU PPP mulai dibahas pada 7 April 2022 dan persetujuan tingkat satu diputuskan dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR pada 13 April 2022.

Bivitri pun menilai ada ironi dalam pembahasan revisi UU PPP karena tidak menerapkan partisipasi masyarakat yang bermakna dalam proses pembahasannya.

"Betapa ironisnya, kalau misalnya revisi UU PPP ini diklaim untuk melaksanakan putusan MK Nomor 91 mengenai UU Ciptaker, tapi sebenarnya tidak menerapkan partisipasi bermakna. Sangat ironis," ujar Bivitri.

Dasar hukum omnibus

Sejak awal proses pembahasan, pemerintah mengakui bahwa salah satu tujuan revisi UU PPP adalah memasukkan norma mengenai metode omnibus sebagai dasar perbaikan UU Cipta Kerja.

"Penyelesaian perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini sebagai dasar tentunya untuk perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 7 April 2022.

Pada saat itu, Airlangga berharap, revisi UU PPP dapat diselesaikan tidak terlalu lama karena ada kebutuhan untuk memulihkan ekonomi yang tertekan akibat perkembangan geopolitik global.

Dia menyebutkan, dinamika global yang menjadi tantangan pemulihan ekonomi antara lain ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, perubahan iklim, normalisasi kebijakan keuangan, disrupsi rantai pasok, serta inflasi akibat konflik Rusia dan Ukraina.

"Oleh karena itu, terobosan diperlukan untuk mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, salah satunya dengan melakukan perubahan UU PPP dan perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Airlangga.

"Ini menjadi hal penting dilakukan dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan dihiarapkan dapat memperluas lapangan kerja bagi seluruh masyarakat," imbuh dia.

Sementara itu, saat dihubungi pada Senin (11/4/2022) lalu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi menyebutkan, revisi UU PPP tidak semata-mata menjadi dasar perbaikan UU Cipta Kerja, tapi untuk pembentukan UU lainnya di masa datang.

Ia pun mengeklaim, norma hukum yang tertuang dalam revisi UU PPP sesuai dengan kebutuhan hukum dan perkembangan sosial politik yang ada di lapangan.

"Kebutuhan hukum itu tidak hanya hari ini, tapi ke depannya, jadi bukan hari ini saja. Sesuatu yang sebelumnya muncul di hari ini, yang di periode lalu belum muncul kan harus diantisipasi juga persoalan hukumnya," kata dia.

Dalam draf yang disusun oleh Baleg, revisi UU PPP mengatur ketentuan bahwa penyusunan rancangan epraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus.

Dalam draf tersebut juga dijelaskan bahwa metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangn dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan, dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/16/09210181/kekhawatiran-di-balik-revisi-uu-ppp-yang-cantumkan-aturan-metode-omnibus

Terkini Lainnya

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke