"Yang bikin kacau orang Papua, elite yang ada di Papua dan elite yang di Jakarta duduk atas nama orang Papua," kata Timotius Murib.
Elite-elite yang ia maksud adalah wali kota dan bupati yang menyelenggarakan deklarasi pembentukan provinsi baru di Papua.
Mereka juga ditengarai memobilisasi massa supaya deklarasi pembentukan provinsi baru ini dianggap didukung oleh rakyat Papua.
Baca juga: Alasan Pembentukan 3 Provinsi Baru di Papua Dipertanyakan
Atas keadaan ini, MRP menilai Jakarta tidak dapat menggunakan alasan bahwa pemekaran wilayah ini berdasarkan aspirasi dari Papua.
"Pemerintah menggunakan dasar yang mana. Kalau aspirasi para bupati dan wali kota deklarasi untuk pemekaran, itu oknum-oknum pejabat," kata Timotius.
"Karena tinggal 1-2 hari lagi mereka berhenti 2 periode, sehingga tidak ada job, sehingga mereka cari job supaya mereka duduk menikmati jabatan. Untuk itu mereka berjuang (pemekaran wilayah)," lanjutnya.
Timotius bahkan menantang para pejabat di tingkat pusat untuk turun langsung ke Papua dan mendengarkan aspirasi masyarakat akar rumput soal pemekaran wilayah.
Ia menyebut bahwa mayoritas penduduk Papua di akar rumput menolak upaya pembentukan 3 provinsi baru ini, sebagaimana penolakan yang sama pernah disuarakan atas perpanjangan Otsus pada 2021 lalu.
"Mayoritas OAP tidak menghendaki pemekaran wilayah atau provinsi. Itu bukan (aspirasi) akar rumput. Akar rumput mana yang datang (untuk deklarasi pemekaran wilayah)," kata Timotius.
"Jadi, setop. Jangan pemerintah pusat jadikan itu sebagai dasar pemekaran," tambahnya.
Simbiosis mutualisme antara kepentingan Jakarta dan elite lokal Papua juga tercermin dalam kajian yang dilakukan I Ngurah Suryawan dalam disertasinya berjudul “Siasat Elite Mencuri Kuasa di Kabupaten Manokwari, Papua Barat” (2015).
Ia menjelaskan bagaimana elite-elite lokal berupaya melakukan serangkaian koordinasi dan lobi-lobi ke Jakarta guna memuluskan pemekaran wilayah di Papua.
“Ini (pemekaran wilayah) peluang yang diciptakan dan disadari negara, dimanfaatkan para elite (lokal Papua). Disadari betul oleh negara, bahwa (elite) Papua harus diberi ruang, diberi ‘mainan’, dikasih panggung,” kata Ngurah.
Hal ini tampak dari apa yang sudah terjadi di tingkat kota dan kabupaten di Papua dan Papua Barat.
Pemekaran wilayah justru jadi ajang elite-elite lokal berebut jabatan di birokrasi, akses anggaran, proyek, dan kue-kue kekuasaan lainnya.
Beberapa kepala daerah, sebut saja eks Bupati Maybrat Bernard Sagrim dan eks Bupati Sorong Selatan Otto Ihalauw, sudah terjerat kasus korupsi.
“Saya kira ujungnya kita akan melihat terbentuknya kelompok-kelompok kelas menengah, elite lokal yang sejahtera karena pemekaran ini. Di sisi lain, masyarakat kecil tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan karena memang sirkulasi kekuasaannya ada di tangan mereka (elite),” ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.