Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembentukan 3 Provinsi Baru Dikhawatirkan Jadi Dalih untuk Menambah Pasukan di Papua

Kompas.com - 14/04/2022, 15:16 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pembentukan tiga provinsi baru di Papua dikhawatirkan justru menjadi dalih untuk penambahan pasukan di bumi cendrawasih.

Direktur Eksekutif Public Virtue Institute Miya Irawati berpandangan bahwa pembentukan tiga provinsi baru di Papua merupakan bagian dari pendekatan negara melalui paradigma keamanan.

"Berimbas pada pembentukan 3 kodam baru dan satuan-satuan baru di bawahnya, serta tambahan distribusi pasukan TNI yang masif di pelosok Papua," kata dia dalam diskusi virtual, Kamis (14/4/2022).

"Personel polda Papua pada 2021 sekitar 11.000 personel. Maka dengan adanya 3 provinsi baru, angka ini (secara kasar) bisa bertambah 3 kali lipat," ujar Miya.

Baca juga: DPD Ingatkan DPR dan Pemerintah agar Rencana Pemekaran Wilayah Papua Dengarkan Masukan Masyarakat Adat

Padahal, pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Papua sejak 2019 telah menjadi sorotan dan dianggap kontraproduktif dalam upaya mencari jalan damai atas masalah politik di Papua.

Di Intan Jaya, misalnya. Lokasi yang kerap jadi bara konflik antara TNI dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) telah mengalami lonjakan pos militer hanya dalam 2 tahun tanpa pemekaran wilayah.

"Jumlah pasukan penempatan militer di Intan Jaya meningkat dari semula 2 pos militer pada 2019 menjadi 17 pos militer pada 2021," kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid dalam kesempatan yang sama.

Ia mengatakan, melonjaknya pengerahan pasukan ini berbanding lurus dengan represivitas aparat yang terlihat dari melonjaknya kasus-kasus pelanggaran HAM, penduduk lokal yang merasa terteror dan harus mengungsi, serta langgengnya rasisme atas orang asli Papua.

"Lebih khusus lagi di Intan Jaya. Laporan Amnesty terbaru memberi penjelasan betapa pembunuhan di luar hukum masih terjadi di Papua, khususnya di Intan Jaya. Dan bukan hanya pembunuhan tetapi juga kekerasan, pengungsian, dan juga pelanggaran HAM lainnya," jelas Usman.

Baca juga: 3 RUU Terkait Pemekaran Wilayah Papua Disetujui Jadi RUU Inisiatif DPR

"Banyak sekali kehadiran militer ini yang dituangkan dalam bentuk pemeriksaan-pemeriksaan kepada warga yang mau ke pasar, hasil belanjaan diperiksa, mereka yang berambut gimbal/brewok, itu dianggap ciri khas gerakan separatis," lanjutnya.

Miya menengarai ada unsur kesengajaan dalam pemekaran wilayah di Papua ini yang dianggapnya bukan bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang Papua, melainkan memecah solidaritas politik orang Papua.

Terlebih, upaya pemekaran wilayah ini dilakukan dengan lebih dulu merevisi Undang-undang tentang Otsus Papua, yang membuat Jakarta dapat membentuk daerah otonom baru tanpa perlu persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural orang asli Papua.

Ia juga menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait besarnya kontribusi korporasi-korporasi pertambangan dan penggalian di Papua atas pendapatan domestik regional bruto (PDRB) wilayah tersebut, yakni 28,27 persen per 2020 lalu.

"Untuk kepentingan siapa penambahan kodam atau polda (melalui 3 provinsi baru), untuk Papua, untuk negara, atau untuk melindungi perusahaan di Papua?" ungkap Miya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com