JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disahkan menjadi undang-undang (UU).
Pengesahan dilakukan melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2022).
Berdasar dokumen RUU TPKS yang diterima Kompas.com, ada 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual, salah satunya kekerasan seksual berbasis elektronik.
Dijelaskan dalam UU bahwa kekerasan seksual berbasis elektronik meliputi sejumlah kegiatan, di antaranya merekam dan mengambil gambar bermuatan seksual tanpa persetujuan orang yang menjadi objek.
"Melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau
gambar atau tangkapan layar," demikian Pasal 14 Ayat (1) huruf a.
Baca juga: UU TPKS: Memaksa Penggunaan Kontrasepsi dan Sterilisasi Bisa Dipenjara 9 Tahun
Selain itu, kekerasan seksual berbasis elektronik juga bisa berupa membagikan atau mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual.
Bentuk lainnya yakni melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem
elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.
Menurut Pasal 14 UU TPKS, pelaku kekerasan seksual elektronik dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.
"Dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)," bunyi pasal tersebut.
Selanjutnya, pada Pasal 14 Ayat (2) dijelaskan, apabila tindak kekerasan seksual berbasis elektronik itu dilakukan untuk melakukan pemerasan atau pengancaman dan memaksa
atau menyesatkan dan/atau memperdaya, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300 juta.
Adapun kekerasan seksual berbasis elektronik tersebut merupakan delik aduan, kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas.
"Dalam hal korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan anak atau penyandang disabilitas, adanya kehendak atau
persetujuan korban tidak menghapuskan tuntutan pidana," bunyi Pasal 14 Ayat (5) UU TPKS.
Baca juga: Dalam UU TPKS, Paksa Korban Pemerkosaan Kawin dengan Pelaku Bisa Dipenjara 9 Tahun
Adapun UU TPKS mengelompokkan tindak pidana kekerasan seksual menjadi 9 jenis, termasuk kekerasan seksual berbasis elektronik. Rinciannya yakni:
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.