JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim sidang dugaan penganiayaan pada Muhammad Kece dengan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte menegaskan akan berlaku adil dalam proses penanganan perkara.
Hal itu disampaikan hakim ketua Djuyamto menanggapi pernyataan kuasa hukum Napoleon, Eggi Sudjana yang merasa bahwa pengajuan eksepsi atau nota keberatan kerap ditolak majelis hakim.
“Kita garis bawahi yang dikatakan salah seorang tim (kuasa hukum) tadi, Prof Eggi, jadi tanpa beliau minta pun kita semua sepakat bahwa kalau hakim memutus dengan niat menzalimi orang pasti kita akan diazab, kita sepakat,” ucapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2022).
“Pasti kami tidak ada niat untuk memutus dengan menzalimi, nanti kan disaksikan publik,” sambung Djuyamto.
Baca juga: Sampaikan Eksepsi, Kuasa Hukum Bantah Napoleon Keroyok M Kece
Adapun sebelum sidang ditutup Eggi sempat meminta agar majelis hakim betul-betul mempertimbangkan eksepsi yang disampaikan tim kuasa hukum.
Ia merasa bahwa selama ini eksepsi dalam persidangan tidak pernah diperhatikan dan selalu ditolak.
“Kita sudah sangat jelas menguraikan ilmu hukum tapi akhirnya, biasanya, kalau ini pesanan, ini order, pasti yang mulia memutuskan menolak kita,” tutur Eggi.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Napoleon menolak dakwaan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Anggota tim kuasa hukum Napoleon, Erman Umar menilai kliennya tidak melakukan pengeroyokan pada Kece.
Dalam pandangannya dakwaan jaksa menampilkan fakta-fakta yang bertolak belakang.
Baca juga: Sidang Kasus Pengeroyokan M Kece, Dakwaan dan Bantahan Napoleon
Pertama, menyebut Napoleon bersama empat tahanan lain melakukan penganiayaan pada Kece.
Tapi di sisi lain, surat dakwaan juga menyebut bahwa Napoleon melumuri sendiri kotoran manusia ke wajah Kece.
Erman juga menyampaikan, di dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa tindakan pengeroyokan dilakukan tiga pelaku lain pada Kece ketika Napoleon berada di kamar mandi untuk mencuci tangan.
“Sehingga tidak memenuhi ‘dengan tenaga bersama’ unsur sebagaimana diwajibkan untuk memenuhi dakwaan dengan Pasal 170 Ayat (2) Ke-1 KUHP,” kata dia.
Diketahui perkara bermula ketika Kece ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama dan ditahan oleh Bareskrim Polri 25 Agustus 2021.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Bantah Bawa HP ke Lapas: Itu Milik Petugas
Jaksa menyatakan, dini hari pasca ditahan, yaitu pada 26 Agustus 2021, Napoleon bersama Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, dan Himawan Prasetyo mengunjungi kamar Kece dan melakukan penganiayaan.
Napoleon disebut memberikan perintah pada penjaga rutan seperti meminta agar tongkat jalan Kece disita, dan mengganti gembok ruang tahanannya.
Penjaga rutan malam itu, Bripda Asep Sigit Pambudi disebut takut menolak perintah Napoleon karena masih berstatus sebagai perwira tinggi Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.