Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Edhy Prabowo Dipangkas, Wakil Ketua KPK: Terkesan Suka-suka, Lain Hakim Lain Hukuman

Kompas.com - 12/03/2022, 15:09 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menilai ada persoalan lain dalam sejumlah putusan badan peradilan.

Hal itu disampaikannya menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo di tingkat kasasi.

“Saya sendiri justru melihat adanya persoalan lain dari sejumlah putusan-putusan badan peradilan yaitu kecenderungan munculnya perbedaan-perbedaan mencolok (disparitas) dalam penjatuhan hukuman di tingkat pertama, tingkat banding, termasuk pada tingkat kasasi,” papar Nawawi pada Kompas.com, Sabtu (12/3/2022).

Ia mencontohkan munculnya disparitas itu pada perkara Edhy Prabowo dan jaksa Pinangki.

Baca juga: Hukuman Edhy Prabowo Dipangkas, Pimpinan KPK: MA Tak Cerminkan Keagungan Mahkamah

Pada perkara Edhy, ia divonis 5 tahun penjara di tingkat pertama. Kemudian hukuman itu diperberat menjadi 9 tahun penjara di tingkat banding.

Lalu pemangkasan terjadi dalam putusan majelis hakim kasasi.

Sedangkan pada perkara jaksa Pinangki, hukumannya dipangkas oleh majelis hakim tingkat banding.

“Dalam perkara jaksa Pinangki misalnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara, ironisnya justru pada tingkat banding berubah hanya 4 tahun penjara,” kata dia.

Fenomena itu, lanjut Nawawi, memunculkan pandangan bahwa pemberian hukuman dilakukan secara serampangan.

“Terkesan menjadi suka-suka, lain hakim lain hukuman. Seperti lain koki, lain rasa masakan,” jelasnya.

Baca juga: Pimpinan Komisi III Anggap Aneh Alasan MA soal Potongan Hukuman Edhy Prabowo

Nawawi mengatakan fakta ini juga akan memunculkan pandangan bahwa putusan tak lagi dilihat berdasarkan hukumnya.

“Ini memunculkan anekdot, jangan lihat hukumnya tapi lihat hakimnya. Ini yang menurut saya harus menjadi pekerjaan rumah MA,” sebut dia.

Ia pun memandang berbagai disparitas putusan itu menunjukan PERMA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan menjadi tidak berarti.

“Karena proporsionalitas pemidanaan tidak diindahkan,” pungkasnya.

Baca juga: Putusan MA Pangkas Hukuman Edhy Prabowo Dinilai Tak Masuk Akal

Diberitakan majelis kasasi memutuskan memangkas hukuman Edhy Prabowo karena ia dinilai bekerja baik saat menjabat sebagai Menteri KP.

Tiga majelis kasasi yaitu Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani menilai kinerja baik itu nampak dari kebijakan Edhy mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020.

Peraturan itu dinilai berpihak pada masyarakat khususnya nelayan kecil.

Sebab didalamnya seorang eksportir lobster diwajibkan mengambil benih lobster dari nelayan.

Baca juga: Pakar Pertanyakan Logika MA Sebut Edhy Prabowo Berkinerja Baik dan Pangkas Hukuman

Edhy merupakan terpidana kasus korupsi penerimaan suap dari sejumlah pihak terkait budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).

Pada perkara ini selain pidana penjaranya dipangkas, majelis kasasi turut mengurangi pencabutan hak politik Edhy.

Sebelumnya di tingkat pertama majelis hakim memutuskan mencabut hak politik Edhy selama 3 tahun.

Di tingkat kasasi, majelis hakim mencabut hak politiknya selama 2 tahun.

Namun Edhy tetap diwajibkan membayar kerugian negara atas tindakannya senilai Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com