Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Menunda Pemilu Dinilai Bertabrakan dengan Klaim Pemerintah Terkait Pandemi

Kompas.com - 09/03/2022, 15:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, situasi pandemi Covid-19 yang dijadikan alasan untuk menunda Pemilihan Umum 2024 justru bertabrakan dengan klaim yang disampaikan pemerintah terkait penanganan pandemi.

Sebab, Ray mengatakan, pemerintah justru mengeklaim bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang paling sukses menangani pandemi.

"Ini seperti melawan pendapat pemerintah sendiri, karena justru pemerintah mengatakan Indonesia salah satu negara yang paling suskes menangani pandemi. Kok tiba-tiba sekarang gara-gara pandemi, (pemilu) dimundurkan atau ditunda," kata Ray dalam webinar yang diselenggarakan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Rabu (9/3/2022).

Baca juga: Tak Setuju Wacana Tunda Pemilu, Sekum Muhammadiyah: Pemimpin Harus Tinggalkan Warisan Baik

Ray menuturkan, alasan menunda Pemilu 2024 untuk memulihan kondisi ekonomi pascapandemi juga bertabrakan dengan klaim pemerintah.

Sebab, pada 2020 lalu, pemerintah ngotot tetap menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) karena pilkada dinilai dapat menggerakan roda perekonomian.

Padahal, situasi pandemi di Indonesia saat itu lebih buruk dibandingkan situasi beberapa waktu terakhir.

"Jadi pemilu pilkada 2020 justru jadi faktor bagi pemerintah untuk menggerakan ekonomi, yang sekarang dipakai oleh elite-elite politik jusrtru untuk menunda pemilu atau memundurkan jadwal pemilu," ujar Ray.

Anggota Dewan Pakar MIPI Nurliah Nurdin menambahkan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah mulai membaik, terlihat dari kebijakan pemerintah yang mulai melonggarkan kebijakan pembatasan.

"Ini artinya negara sudah semakin mengakui kita dalam situasi aman, sudah dibuka itu border-border, PCR tidak perlu lagi," kata dia.

Oleh karena itu, menurut Nurliah, dalih menunda Pemilu 2024 karena situasi pandemi menjadi tidak beralasan.

Adapun wacana menunda Pemilu 2024 dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.

Muhaimin mengusulkan Pemilu 2024 diundur untuk mengantisipasi hilangnya momentum perbaikan ekonomi yang diharapkan terjadi setelah dua tahun pandemi Covid-19.

Baca juga: Anggaran Tak Kunjung Diketok, Strategi Baru Wacana Tunda Pemilu?

“UMKM mengalami masa sulit, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik juga mengalami stagnasi 2 tahun. Dari kunjungan saya ke daerah dan melihat prospek yang sangat positif ke depan ini, momentum ini tidak boleh diabaikan,” kata Muhaimin, Rabu (23/2/2022).

Sementara itu, Zulkifli mengusulkan pemilu diundur karena pandemi masih berlangsung dan memerlukan perhatian khusus.

Selain itu, ia juga menilai kondisi perekonomian belum stabil sehingga pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat perlu melakukan pemulihan untuk kembali bangkit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com