Pada Januari lalu, usulan memperpanjang masa jabatan presiden juga sempat disampaikan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengeklaim, usulan itu datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya.
Alasannya, perlu waktu untuk memulihkan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga para pengusaha ingin penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda.
Meski tiga partai politik mendukung wacana penundaan pemilu, lima parpol lain yang memiliki kursi di MPR/DPR, yakni PDI-P, Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menyatakan menolak. Sementara, Gerindra belum menentukan sikap.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, wacana penundaan pemilu tidak penting dibicarakan.
Sebaliknya, persoalan kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat hingga kelangkaan minyak goreng dinilai lebih penting ditangani segera.
"Urusan rakyat ini jauh lebih penting ditangani daripada menunda Pemilu," kata Hasto dalam keterangannya, Minggu (27/2/2022).
Baca juga: Soal Usulan Penundaan Pemilu, KSP: Presiden Selalu Mengacu pada Konstitusi
Ditinjau dari segi hukum, ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, penundaan pemilu tidak memiliki dasar hukum yang diatur Konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Yusril menjelaskan, Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Jadi, jika pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali," kata Yusril dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).
Penundaan pemilu juga disinyalir akan menyebabkan timbulnya pemerintahan yang ilegal. Sebab, dilakukan oleh penyelenggara negara yang tidak memiliki dasar hukum.
Adapun penyelenggara negara yang dimaksud Yusril adalah mereka yang seharusnya dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali dalam pemilu.
Baca juga: Drone Emprit Ragukan Klaim Muhaimin soal Banyak Pihak Setuju Penundaan Pemilu
"Kalau tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari presiden dan wakil presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD semuanya 'ilegal' alias 'tidak sah' atau 'tidak legitimate'." jelas Yusril.
Sementara, pakar hukum tata negara Denny Indrayana menyatakan, wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi.
"Ini adalah perkembangan yang memalukan, sekaligus membahayakan. Wacana penundaan pemilu, sebenarnya adalah bentuk pelanggaran konstitusi," kata Denny dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).